Selasa 26 Feb 2013 14:23 WIB

Pizza Hut Keluhkan Aturan Waralaba

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Awal tahun ini pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 tahun 2013 tentang  Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman. Aturan ini mendapat sambutan negatif dari sejumlah perusahaan  waralaba.

PT Sriboga Raturaya menilai aturan ini tidak memihak kepada industri waralaba. "Aturan ini merupakan satu-satunya di dunia," ujar Presiden Direktur Sriboga, Alwin Arifin di Jakarta, Selasa (26/2).

Secara pribadi ia menilai aturan ini kurang adil karena hanya diterapkan di industri waralaba. Sedangkan ini tidak diterapkan di industri lain. Hal ini dinilai akan menghambat pertumbuhan waralaba.

Saat ini Sriboga yang membawahi PT Sari Melati Kencana, pemegang lisensi waralaba Pizza Hut, mengakui tengah mempelajari aturan tersebut. Perseroan jauh-jauh hari telah melakukan alternatif penjualan dengan memecah brand perusahaan, yaitu Pizza Hut dan Pizza hut Delivery.

Dua brand ini dikategorikan dua brand berbeda sehingga perhitungannya pun berbeda. Presiden Direktur PT Sriboga Marugame Indonesia, Steven Mccarthy mengatakan saat ini perseroan telah memiliki 207 outlet Pizza Hut dan 70 gerai PHD. Gerai ini terdapat di 35 kota di Indonesia dan telah memberikan pekerjaan bagi lebih dari 15 ribu orang. "Pizza Hut melayani tiga juta pelanggan setiap bulannya," ujar Mccarthy.

Sebelumnya PT astfood Indonesia Tbk yang membawahi waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) juga mengeluhkan hal yang sama. Perseroan telah memiliki lebih dari 400 outlet di seluruh Indonesia dan semuanya dikelola perusahaan.

Sebelumnya Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan permendag terkait pengembangan kemitraan dalam waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman. Dalam aturan tersebut pemerintah telah membatasi gerai yang dimiliki perusahaan sebanyak 250 gerai. Apabila perseroan memiliki lebih dari jumlah yang ditentukan, outlet tersebut harus dikerja samakan dengan pihak lain, terutama pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement