REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mewujudkan swasembada daging sapi 2014 bukan perkara mudah. Ada berbagai hambatan yang mesti diselesaikan agar swasembada tidak sekadar retorika belaka.
“Persoalan produktivitas sapi lokal cukup banyak,” kata anggota Komisi IV Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dalam diskusi "Bedah Tuntas Swasembada dan Impor Daging Sapi" di ruang fraksi PKS, kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Jumat (22/2).
Hermanto mengatakan sulitnya mewujudkan swasembada lantara angka kematian anak sapi (pedet) masih cukup besar. Data yang dimiliki Hermanto, angka kematian pedet di sejumlah sentra penghasil sapi mencapai 20 sampai 40 persen.
Kondisi ini diperparah dengan angka kematian induk yang mencapai 10 sampai 20 persen. Belum lagi masalah pemotongan sapi muda dan sapi betina produktif yang jumlahnya 150 sampai 200 ribu ekor pertahun.
“Sapi muda dipotong sebelum mencapai bobot optimal. Sehingga sapi hanya memproduiksi daging sekitar 60 sampai 80 persen dari potensi maksimalnya,” ujar Hermanto.
Upaya mewujudkan swasembada daging sapi juga terkendala langkanya sapi jantan. Hermanto mengatakan produktifitas sapi belum bersifat tetap lantaran banyak sapi jantan yang dijual dan dipotong.
Saat ini jumlah peternak sapi lokal di Indonesia berkisar 6,1 juta jiwa. Jika satu peternak diasumsikan tiga ekor sapi, maka jumlah populasi sapi adalah 18, 3 juta ekor sapi. Jumlah itu masih jauh dari harapan apabila dibandingkan total penduduk yang mencapai 240 juta. “Perbandingan jumlah peternak dan jumlah penduduk sangat tidak rasional,” katanya. Hermanto menyatakan pemerintah harus segera mencari solusi kongkrit agar jumlah peternak sapi bertambah.
Yang juga tak kalah penting, imbuh Hemanto, mobilisasi sapi maupun daging sapi dari daerah penghasil ke pusat konsumsi harus dibenahi. “Perlu dukungan infrastruktur seperti perbaikan sarana transportasi kereta api,” ujarnya.