Senin 18 Feb 2013 17:43 WIB

UKM Berpeluang Naik Kelas

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Restoran waralaba lokal.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Restoran waralaba lokal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – UKM memiliki peluang ‘naik kelas’ yang lebih tinggi. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UKM dan Koperasi Erwin Aksa mengatakan waralaba dan pola kemitraan sebagai salah satu kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan peran UKM.

“UKM akan memilih bisnis yang sudah pasti ketimbang bisnis yang belum teruji,” ujar Erwin kepada ROL, Senin (18/2).

Erwin menilai langkah Kementerian Perdagangan menerbitkan aturan mengenai pembatasan gerai resoran yang dimiliki pribadi (company owned outlet) bisa mendorong pelaku UKM untuk menjalankan bisnis. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2013 disebutkan bahwa jumlah gerai resoran yang dimiliki pribadi (company owned outlet) dibatasi sebanyak 250 unit. Sisanya diwajibkan untuk diwaralabakan atau dimitrakan.

Bagi gerai dengan investasi di bawah Rp 10 miliar, bisa dimitrakan dengan minimal 40 persen dari nilai investasi. Untuk investasi lebih dari Rp 10 miliar, bisa dimitrakan dengan minimal 30 persen dari nilai investasi.

Dengan pola kemitraan, lanjut Erwin, UKM bisa belajar cara mengelola bisnis secara profesional. Namun, ia menekankan UKM harus cepat belajar, agar bisa lepas dari kemitraan dan mengembangkan bisnis sendiri.

Idealnya, kata dia, UKM memang diberi porsi investasi yang lebih besar dibandingkan pemilik usaha. Hal itu agar UKM memiliki peranan yang lebih besar untuk mengembangkan usaha yang dimitrakan. “Yang penting menarik UKM ke dalam lingkungan bisnis dulu,” ujarnya.

Pola kemitraan itu, dipandang Erwin sebagai salah satu cara meningkatkan partisipasi UKM dalam perekonomian. Menurutnya, tidak masalah jika UKM ternyata lebih memilih bermitra dengan merek asing dibandingkan merek lokal. Pemerintah juga mengatur restoran yang berdiri di Indonesia harus memanfaatkan setidaknya 80 persen kandungan lokal.

Ia mengakui bukan hal yang mudah untuk mengangkat merek lokal menjadi ternama dan dikenal. Untuk menciptakan merek ternama, menurut dia, membutuhkan manajemen yang yang matang dan proses bertahun-tahun.

“Kita tidak melihat siapa pemiliknya (merek), tapi siapa yang ada di dalamnya, bahan bakunya dan tenaga kerjanya,” ucap Erwin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement