REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Jero Wacik menegaskan belum ada keputusan final mengenai perpanjangan blok Mahakam. "Blok Mahakam belum diputuskan," katanya saat ditemui di Kantor Presiden, Kamis (14/2).
Ia mengatakan harus ada perhitungan akurat. Jangan sampai keputusan yang diambil nantinya merugikan kepentingan nasional. Menurut Jero, pemerintah pun harus waspada, harus berhitung, dan harus rasional agar tidak mengalami kerugian.
"Kalau salah ambil keputusan, bisa rugi kepentingan nasional. Kepentingan nasional nomor satu," katanya.
Sebelumnya, pemerintah masih menimbang-nimbang siapa yang akan ditunjuk sebagai operator blok tersebut. Baik opsi memperpanjang kontrak dengan perubahan split dan perubahan komposisi participating interest, maupun opsi menyerahkan operatorship ke perusahaan nasional, yaitu Pertamina.
Untuk diketahui, kontrak bagi hasil blok Mahakam ditandatangani tahun 1967, kemudian diperpanjang pada tahun 1997 untuk jangka waktu 20 tahun sampai 2017.
Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada tahun 1967 menemukan cadangan minyak dan gas bumi di Blok Mahakam pada1972 dalam jumlah yang cukup besar.
Cadangan (gabungan cadangan terbukti dan cadangan potensial atau dikenal dengan istilah 2P) awal yang ditemukan saat itu sebesar 1,68 miliar barel minyak dan gas bumi sebesar 21,2 triliun kaki kubik (TCF).
Dari penemuan itu maka blok tersebut mulai diproduksikan dari lapangan Bekapai pada tahun 1974. Produksi dan pengurasan secara besar-besaran cadangan tersebut di masa lalu membuat Indonesia menjadi eksportir LNG terbesar di dunia pada 1980-2000.
Kini, setelah pengurasan selama 40 tahun, maka sisa cadangan 2P minyak saat ini sebesar 185 juta barel dan cadangan 2P gas sebesar 5,7 TCF. Pada akhir maka kontrak tahun 2017 diperkirakan masih menyisakan cadangan 2P minyak sebesar 131 juta barel dan cadangan 2Pgas sebanyak 3,8 TCF pada 2017.
Dari jumlah tersebut diperkirakan sisa cadangan terbukti (P1) gas kurang dari 2 TCF. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bekerja di Blok Mahakam saat ini yaitu TOTAL yang berpartner dengan INPEX dengan komposisi 50 persen-50 persen, telah menginvestasikan setidaknya 27 miliar dolar AS atau sekitar Rp 250 triliun.
Sejak masa eksplorasi dan pengembangannya telah memberikan penerimaan negara sebesar 83 miliar dollar AS atau sekitar Rp750 triliun.