Rabu 13 Feb 2013 14:37 WIB

Menperin Minta Kepmen Penangguhan Upah Direvisi

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Menperin MS Hidayat
Foto: Antara
Menperin MS Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat meminta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakerrans) menetapkan revisi Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmen) yang mengatur tentang penangguhan upah. Hidayat meminta payung hukum mengenai proses penangguhan upah dipertegas agar tidak perlu melampirkan audit keuangan yang membuktikan  perusahaan tersebut tidak mampu membayar upah minimum sesuai ketentuan.

Sebelumnya, Menakertrans mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Kepmen) Nomor 231 /Men/2003 Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. Dalam Kepmen tersebut disebutkan pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum, dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum dengan berbagai syarat.

Permohonan diajukan oleh pengusaha kepada gubernur melalui dinas tenaga kerja dengan melampirkan audit laporan keuangan bahwa perusahaan tersebut rugi selama dua tahun. Dalam praktiknya, pengusaha diizinkan mengajukan penangguhan upah hanya dengan melampirkan kesepakatan bipartid antara pengusaha dan buruh. Namun, mekanisme ini tidak memiliki dasar hukum. Mekanisme ini hanya didasarkan pada surat edaran yang dikirimkan oleh Menakertrans kepada gubernur-gubernur.

Meskipun Kemenakertrans masih menerima penangguhan upah yang didasarkan pada kesepakatan bipartid antara perusahaan dan pekerja, menurut Hidayat selama permenakertrans belum direvisi, masih menimbulkan celah kemungkinan adanya protes dari buruh. Hal ini, kata dia bisa memacu iklim industri yang tidak kondusif.

Ia khawatir jika tidak segera diganti dan gelombang demo masih terus terjadi. Dampaknya, bisa terjadi PHK yang cukup besar. "Saya takutnya April akan kejadian (PHK) karena yang padat karya itu betul-betul tidak mampu membayar kenaikan upah yang mencapai 40 persen," ujar Hidayat, Rabu (13/2).

Ia mengatakan, sebanyak 1320 perusahaan yang mengajukan penangguhan upah memiliki sekitar 900 ribu tenaga kerja. Meskipun sebagian ada yang sudah dikabulkan penangguhan upahnya, dengan dasar hukum yang masih belum diganti, tetap akan memicu demosntrasi bagi sebagian buruh yang merasa tidak puas dengan penangguhan yang sudah disetujui.

Revisi Kepmen ini, menurut Hidayat diperlukan sebagai cara darurat yang harus ditempuh untuk menyelamatkan pekerja dari PHK. Setelah gelombang PHK bisa diatasi, menurut dia pemerintah perlu membentuk regulasi yang lebih baik.

"Setelah ini dilakukan maka dalam jangka panjangnya kita mencoba bicara mengenai aturan yang lebih tinggi," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement