REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memantau terdapat 30 bank yang beroperasi di Indonesia yang aktif bertransaksi devisa. Bank-bank ini termasuk di dalamnya yang aktif bertransaksi dengan bank-bank di Singapura.
Hal ini bisa dikatakan bank-bank tersebut mungkin ada yang ikut bertransaksi menggunakan skema nondeliverable forwards (NDF) di Singapura dan melakukan spekulasi Rupiah. Sedangkan BI telah melarang perdagangan rupiah di luar negeri.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan BI tengah berkomunikasi dengan asosiasi perbankan untuk meminta 30 bank devisa tersebut membuat kuotasi atau acuan mata uang di dalam negeri. "Kuotasi ini ditentukan per hari," kata Halim di Jakarta, Kamis (7/2).
Kuotasi kurs diperlukan untuk mengatur transaksi rupiah dan dolar AS, sehingga menghindari terjadinya spekulasi rupiah di luar negeri. Artinya, pelaku pasar di Indonesia dilarang menggunakan acuan mata uang dari Singapura yang biasa digunakan dalam transaksi harga NDF di pasar luar negeri. Praktik yang sama juga dilakukan Bank Sentral Malaysia. Pasalnya, banyak pelaku pasar Malaysia yang menggunakan kurs acuan dari Singapura yang dikelola Asosiasi Bank Singapura (ABS).
NDF adalah transaksi yang memungkinkan perusahaan atau investor melakukan lindung nilai atau berspekulasi pergerakan dua mata uang di pasar emerging market. Misalnya rupiah terhadap dolar AS, ringgit Malaysia terhadap dolar AS, dan dong Vietnam terhadap dolar AS.
Praktik NDF itu, ditegaskan Halim, tidak terjadi di Indonesia, melainkan di Singapura. "Nanti BI akan lihat jika ada yang melakukan itu di sini," ujar Halim. Konsekuensinya, jika ada bank-bank di dalam negeri yang terlibat dalam praktik NDF, maka itu melanggar ketentuan BI dan bisa dikenai sanksi hukum.
BI lebih lanjut akan berdiskusi dengan bank-bank di Indonesia agar kuotasi tersebut digunakan untuk mereka sendiri. Kuotasi ini bisa saja bentuknya kuotasi spot per hari sebab bisa digunakan untuk penyelesaian transaksi berjangka. "Bank-bank bisa menggunakannya untuk NDF, tapi di luar negeri," ujarnya.
Hal ini juga bergantung pada keyakinan pelaku pasar melihat aktivitas valuta asing (valas) dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Setelah kuotasi ditentukan, maka BI akan mengawasi integritas kuotasinya. Jika ada yang bermain dengan kuotasi itu, maka bisa merugikan pasar.
Masalah spekulasi rupiah di Singapura justru datang pada waktu yang sensitif dimana BI tengah aktif menopang pasar spot valas akibat melemahnya Rupiah dalam beberapa bulan terakhir. Halim mengatakan kestabilan kurs itu merupakan tugas BI dan dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, faktor likuiditas, setiap kali ada transaksi jual beli valas, maka BI akan menjamin itu. Kedua, proses penentuan kursnya harus kredibel. Proses penentuan kurs di Singapura tidak kredibel.