REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi pendapatan domestik bruto (PDB) pemerintah sepanjang 2012 meleset dari target 6,3 persen, yaitu 6,23 persen. Pemerintah dinilai kurang lincah menyerap anggaran sehingga perlu meningkatkan kinerjanya tahun ini.
"Pemerintah memang perlu meningkatkan serapan anggarannya agar lebih stabil. Tak hanya rajin menyerap anggaran di akhir tahun saja," kata Direktur Grup Riset Ekonomi Departemen Ekonomi dan Kebijakan Bank Indonesia (BI) Endy Dwi Tjahjono, kepada ROL, Rabu (6/2).
Apalagi, kata Endy, pada 2012 ini untuk pertama kalinya APBN negara mengalami defisit //primary balance//. Defisit primary balance merupakan pendapatan negara dikurangi pengeluaran (tidak termasuk bunga). Artinya, pengeluaran pemerintah lebih besar dibandingkan penerimaannya di luar utang. "Belum lagi kewajiban pemerintah membayar bunga utangnya, jadinya gali lubang tutup lubang. Ini sudah warning dan berbahaya sekali," ujar Endy.
Selain lebih rajin menyalurkan anggaran ke sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, BI juga menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kontribusinya agar subsidi BBM terkendali dan jumlahnya tak terlalu besar. Sebab, subsidi BBM selama ini selalu menjadi beban utama APBN.
Kepala Riset Ekonomi Danareksa Institute, Purbaya Yudi Sadewa mengatakan dalam lima tahun terakhir, ada 10 persen anggaran belanja yang gagal diserap pemerintah alias anggaran tak terpakai. "Nilainya lebih dari Rp 100 triliun," kata dia.
Menumpuknya anggaran tak terserap oleh pemerintah dinilai Purbaya justru menyebabkan daya beli masyarakat menurun. "Tanpa perbaikan penyerapan anggaran, negara ini hanya menunggu momentum penurunan ekonomi," ujarnya.
Untuk kontribusi MP3EI tahun ini terhadap serapan anggaran pemerintah, menurut Purbaya tak akan signifikan. Meski demikian, melihat pertumbuhan ekonomi Cina tahun ini dan momentum menjelang pemilihan umum, Purbaya memproyeksikan pertumbuhan PDB 2013 ini sekitar 6,5 persen.