Selasa 29 Jan 2013 15:55 WIB

Tiga Ganjalan Bagi Bank Syariah Nasional

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
Bank Syariah Mandiri (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bank Syariah Mandiri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan syariah di Indonesia masih memiliki sejumlah problem yang menghantui. Permasalahan tersebut turut menyebabkan pertumbuhan perbankan syariah berjalan tidak maksimal.

Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Anggito Abimanyu, mengatakan ada tiga problem utama yang hingga kini dialami bank-bank syariah. Pertama yakni regulasi perbankan syariah yang masih bias dibanding bank konvensional. Perbankan konvensional, kata Anggito terlanjur sudah tumbuh besar, sementara itu bank syariah tumbuh dari bawah dengan kekuatan sendiri.

"Memang sudah //unfair// dari awal. Bank syariah sulit menyamai bank konvensional meski pertumbuhannya sudah 40 persen," ujarnya dalam seminar //Pengelolaan Dana Umat dengan Prinsip Ekonomi Syariah//, Selasa (29/1). Namun begitu bukan  berarti tidak ada yang bisa dilakukan bank syariah.

Problem lain yang dialami bank syariah yakni sumber daya manusia (SDM). SDM di bidang keuangan syariah masih sangat sedikit dan terbatas. Berbeda dengan bank konvensional, SDM bank syariah harus mempunyai kemampuan khusus dalam kesyariahan. Pasalnya SDM harus jemput bola dan mampu menyampaikan instrumen syariah kepada masyarakat.

Yang memprihatinkan, kata Anggito, saat ini jarang sekali ada Fakultas Ekonomi (FE) yang memiliki program studi/ jurusan syariah, termasuk Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gajah Mada (UGM) yang mempunyai FE terbesar di Indonesia. Permasalahan selanjutnya yakni pemahaman mengenai akad pendanaan Islam yang masih sangat kurang memadai.

Segala problematika ini hendaknya segera diatasi. Pasalnya potensi peningkatan sektor keuangan syariah masih tinggi.  "Potensi dana keuangan syariah cukup besar, namun belum tergali dengan baik," ucap Anggito.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement