REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perusahaan pembiayaan untuk memperoleh pendanaan dari perusahaan selain bank dan pasar modal. Hal ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kinerja perusahaan dan keragaman sumber pendanaan perseroan.
"OJK berharap perusahaan pembiayaan tidak hanya mendapatkan pendanaan dari bank dan pasar modal saja, tetapi juga dari industri asuransi dan dana pensiun," ujar Anggota Dewan Komisaris OJK Firdaus Djaelani di Jakarta, Selasa (29/1).
Firdaus menilai selama ini asuransi dan dana pensiun memiliki banyak dana yang memungkinkan mereka berinvestasi. Hanya saja hal tersebut belum dilaksanakan secara maksimal lantaran asuransi dan dana pensiun belum mengetahui apa risiko dari investasi tersebut.
Ia menambahkan dari sisi aturan hal tersebut bisa dilakukan. Hal ini diharapkan mengurangi porsi peminjaman ke bank. Bank sendiri juga memiliki masalah pendanaan sehingga berdampak kepada perusahaan pembiayaan. ''Ini salah satu risiko yang harus diantisipasi oleh perusahaan pembiayaan yang sebagian besar mendapatkan dana dari bank," ungkap Firdaus.
Menurutnya, apabila terjadi kegagalan di perusahaan pembiayaan, kinerja bank tidak begitu berpengaruh. Lain halnya apabila bank dan perusahaan pembiayaan melakukan joint financing dengan bank. "Bila perusahaan pembiayaan gagal, maka kinerja bank ikut terganggu," tambah dia.
Hingga November 2012 pendanaan bank ke perusahaan pembiayaan mencapai 35 persen. Sedangkan pendanaan melalui skema joint financing tumbuh 130 persen dari Rp 45,7 triliun ke Rp 107,4 triliun.
Firdaus melanjutkan aturan ini sudah ada dan tinggal diterapkan oleh perusahaan pembiayaan. Dengan pendanaan model ini diharapkan perseroan dapat menjaga tingkat kehati-hatian perusahaan. Saat ini rasio kredit bermasalah perusahaan pembiayaan hanya 1,16 persen, turun dari tahun lalu sebesar 1,25 persen.
Ketua Harian Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan selama ini perusahaan pembiayaan tidak pernah langsung mendapatkan pendanaan dari asuransi dan dana pensiun. Kedua industri tersebut terlibat secara tidak langsung, yakni ketika perseroan menerbitkan obligasi, perusahaan asuransi dan dana pensiun menjadi salah satu pembelinya.
Dengan dibolehkannya mengambil dana dari asuransi dan dana pensiun, maka hal ini menjadi alternatif bagi perusahaan. "Sejauh ini belum ada aturannya tentang ini," kata Suwandi.