Selasa 29 Jan 2013 15:33 WIB

Bea Keluar Naik, Bagaimana Nasib CPO Indonesia?

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
   Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia tak perlu khawatir dengan penerapan bea keluar (BK) yang lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny

Sri Hartati mengatakan secara volume, ekspor CPO Indonesia lebih tinggi dibandingkan Malaysia sebagai negara kompetitor ekspor CPO.

"Porsi CPO kita masih mendominasi. Pangsa nomor satu. Kita masih jadi leader," ujar Enny kepada Republika, Selasa (29/1).

Menurutnya, penerapan bea keluar sudah cocok diterapkan untuk memicu tumbuhnya industri hilir CPO yang lebih banyak di dalam negeri. Melalui penerapan bea keluar diharapkan Indonesia bisa lebih banyak mengekspor produk turunan CPO. Namun, Enny mewanti-wanti agar kebijakan bea keluar ini juga dibarengi dengan upaya pemberian insentif bagi investor yang berminat membangun industri hilir CPO.

Ia justru berpendapat semestinya bea keluar CPO bisa diterapkan lebih tinggi lagi. Hal itu kata dia untuk menghindari ekspor produk mentah secara besar-besaran dan memancing hilirisasi. Namun, kata dia, pemerintah juga perlu memperhatikan besaran bea keluar yang sesuai agar pajak ekspor tidak mengganggu kinerja perdagangan.

"Harus dicari jalan tengah agar hilirisasi jalan tapi defisit neraca perdagangan tidak terjadi karena CPO adalah komoditas eskpor kita," ujarnya.

Untuk mempermudah hilirisasi, lanjut Enny, pemerintah harus aktif mencari investor. Jangan sampai bea keluar yang tinggi ini menjadi boomerang dengan berkurangnya ekspor CPO namun tidak dibarengi dengan lahirnya industri hilir CPO.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement