REPUBLIKA.CO.ID,Sinyal buruk ekonomi global kini semakin terasa di Jepang. Bahkan, dalam pengumuman resminya, Pemerintah Jepang mencatat kinerja neraca perdagangan defisit sepanjang 2012 lalu.
Sebagai mana dilansir BBC, aktivitas perdagangan Jepang menurun menjadi 6,92 triliun yen atau setara dengan 78 miliar dolar AS, dibanding 2011. Defisit paling tinggi terjadi di Desember, bahkan di atas prognosa awal yakni 641,5 miliar yen.
Hutang negara Eropa yang berpengaruh pada ekspor Jepang ke benua tersebut menjadi penyebab. Ekspor ke benua putih itu turun hingga 11,1 persen.
Hubungan yang tak harmonis dengan Cina akibat selisih Pulau Doayu juga membebani permintaan perdagangan negara itu. Bahkan ketegangan keduanya membuat boikot terjadi dan permintaan barang Jepang ke Cina merosot hingga 15,8 persen.
Bukan hanya itu, terus menguatnya mata uang yen ternyata membawa dampak lain. Nilai mata uang yen yang tinggi membuat produk Jepang mahal bila dipasarkan di luar negara tersebut.
Alhasil permintaan barang dari negara itu terus tergelincir. Bahkan di desember pengiriman barang dari Jepang jeblok hingga 5,8 persen dibanding tahun sebelumnya.
Meski demikian, analis mengatakan defisit dipercaya akan segera diatasi. Walau penurunan eskpor ini sudah terjadi tujuh bulan berturut-turut di Jepang, di 2013 ini sinyal positif diprediksi bisa memperbaiki neraca perdagangn negara itu.
Ekspor Jepang diyakini akan meningkat kembali beberapa bulan mendatang. "Ekspor akan pulih bertahap seiring pemulihan ekonomi global," kata Tatsushi Shikano, dari Mitusbishi UFJ Morgan di Tokyo.
Tapi sayangnya potensi surplus belum bisa dipastikan. Pasalnya kemungkinan impor minyak yang tetap tinggi setahun mendatang tetap akan meningkatkan arus barang masuk ke dalam negara Sakura ini.
Kebutuhan energi yang tinggi pasca gempa bumi dan tsunami 2011 membuat impor tak terbendung. Bahkan impor tercatat meningkat 1,9 persen, dengan proporsi impor energi mencapai 34 persen.
Bencana memicu krisis energi nuklir yang selama ini dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Radiasi pasca bencana, membuat peniolakan keras penggunaan nuklir sebagai sumber energi dalam negeri.
Sementara itu, pemerintahan Perdana Menteri Shinzou Abe juga mulai berupaya mengatasi kekuatan yen dan isu lainnya seperti dekade deflasi. Bahkan perdana menteri yang baru terpilih Desember tahun lalu itu meminta Bank Sentral Jepang (BOJ) berani menerapkan kebijakan moneter yang longgar.
Arahan ini diikuti BOJ dengan menggandakan target inflasi hingga dua persen. Bank sentral juga mengaku akan menimplementasikan open-ended aset buying di 2014 nanti.
Menurut pelakun keuangan James Rooney, bila pelemahan terhadap yen dilakukan, hal ini merupakan tekanan berat bagi negara tetangga Jepang lain yakni Korea. Menurutnya sejak yen melemah terhadap dolar AS, dua bulan lalu saja, para investor sudah mengambil ancang-ancang untuk langkah antisipatif