Selasa 01 Jan 2013 12:12 WIB

Penjualan Sukuk Global Diprediksi Meningkat

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Djibril Muhammad
Sukuk (ilustrasi).
Foto: alhudacibe.com
Sukuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Penjualan sukuk global diprediksi akan menandingi rekor tahun ini, yaitu 46 miliar US Dollar pada 2013 ini. Tingginya penjualan sukuk termasuk di negara-negara seperti Oman, Tunisia dan Mesir.

Biaya pinjaman turun 2,82 persen atau sekitar 11,4 poin di akhir 2008 karena bank sentral di Eropa, Amerika Serikat dan Jepang terus memompa dana untuk memacu pertumbuhan ekonomi mereka. Permintaan kenaikan aset perbankan Islam bisa mencapai 1,8 triliun US Dollar di tahun depan. 

Pada 2011, aset perbankan Islam yang dipimpin Arab Saudi dan Malaysia berkisar 1,3 triliun US Dollar. Hingga Desember 2012, penjualan obligasi syariah melonjak 25 persen. Sebagian perusahaan memilih berutang dari program pemerintah di Asia dan Timur Tengah untuk membangun rel kereta api, pelabuhan, dan jalan. 

Thailand dan Afrika Selatan juga telah mengumumkan rencana menerbitkan sukuk setelah ada undang-undang baru bagi investor. "Sukuk adalah saluran menarik untuk mengeksplorasi negara-negara yang ingin memperluas sumber pendanaan," ucap Kepala Keuangan Internasional dan Pasar Modal OCBC Al-Amin, Alhami Mohd Abdan, di Kuala Lumpur, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (28/12).

Salah satu unit dari Oversea-Chinese Banking Corp di Singapura, mengatakan likuiditas di ruang Islam tumbuh cukup signifikan. Penjualan terbesar berasal dari Arab Saudi dan Qatar di tengah program pembangunan, masing-masing sebesar 373 miliar US Dollar dan 130 miliar US Dollar. 

Malaysia telah memulai berbelanja 444 miliar US Dollar selama 10 tahun. Hal ini membantu memacu penawaran obligasi syariah ke posisi tertinggi sepanjang 2012, yaitu 95 miliar ringgit atau setara 31 miliar US Dollar. 

Saudi Electricity Co dijual 1,75 miliar US Dollar dari catatan jatuh tempo di 2017 dan Maret 2022. Biaya pinjaman pada global syariah obligasi turun 117 poin tahun ini dan mencapai rekor rendah 2,76 persen pada 30 November lalu. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement