Jumat 14 Dec 2012 12:03 WIB

Depresiasi Dollar Bikin Sektor Wisata Bali Menurun

Rep: Antara/ Red: Indah Wulandari
Karnaval Kuta Bali
Foto: antara
Karnaval Kuta Bali

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Melambatnya pertumbuhan sektor pariwisata di Provinsi Bali dipicu oleh depresiasi mata uang dolar Amerika Serikat terhadap dollar Australia.

"Depresiasi dolar AS itu membuat warga Australia berbondong-bondong ke Amerika Serikat. Padahal, biasanya mereka menjadikan Bali sebagai tempat wisata favorit," kata General Manager Hotel Grand Istana Rama Kuta, Andi Ananto, Kamis (13/12) malam.

Sejumlah hotel di kawasan Legian dan Kuta, Kabupaten Badung, yang paling parah terkena dampak dari depresi dolar AS itu. Hingga November 2012, target okupansi hotel di Bali rata-rata baru mencapai 80 persen.

"Optimisme mencapai target 100 persen tetap ada, tapi tentu saja harus ditempuh dengan susah-payah," kata Kepala Biro Promosi dan Marketing Badan Pimpinan Cabang Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung itu.

Andi menyayangkan, sikap pemerintah yang dianggapnya tidak serius dalam membantu pengelola akomodasi wisata di Bali dalam menghadapi persoalan tersebut. Ia mencontohkan, dalam beberapa kali

Hal yang sama juga diakui oleh Manajer Humas Hotel Aston Denpasar Rike Liwan. "Kami juga terkena imbas depresiasi itu. Bahkan hingga November 2012 okupansi kami hanya 70 persen," katanya dalam kesempatan yang sama.

Beruntung selama November mereka masih mendapat berkah dari penyelenggaraan pertemuan oleh instansi pemerintah dari berbagai daerah sehingga depresi dolar AS tidak sampai membuat mereka merugi.

Namun Andi dan Rike optimistis bahwa, tingkat hunian hotel di Bali akan kembali naik pada 2013 karena adanya serangkaian kegiatan menjelang KTT APEC. "Saya yakin semua hotel pasti kecipratan dari even tersebut," kata Andi.

Optimisme itu didasari atas banyaknya pesanan hotel untuk periode Januari-Maret 2013. Bahkan Hotel Grand Istana hingga Desember 2012 tingkat keterisian kamar untuk Januari 2013 sudah mencapai 50 persen, Februari 2013 sebesar 40 persen, dan Maret 2013 sekitar 27 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement