Kamis 13 Dec 2012 10:42 WIB

Bank BUMN Butuh SOP Restrukturisasi Piutang

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Fitria Andayani
Bank Indonesia
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bank Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 49/ 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada 25 September lalu. Piutang BUMN, khususnya bank, bukan lagi menjadi piutang negara yang harus dilimpahkan ke PUPN. Manajemen bisa menyelesaikan sendiri berdasarkan prinsip perbankan yang sehat.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ronald Waas mengatakan, putusan MK tersebut membutuhkan koordinasi dengan institusi terkait. "Bank BUMN dan BPD butuh standar prosedur operasi (SOP) atau pedoman tertulis untuk mengambil keputusan dalam restrukturisasi piutang sampai terjadinya hapus buku dan selanjutnya hapus tagih," katanya, Kamis (13/11).

Pedoman tertulis ini sangat diperlukan untuk menghindari implikasi hukum yang mungkin terjadi di kemudian hari. Bank BUMN dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) butuh rasa aman untuk manajemennya dalam mengambil keputusan tersebut. 

Dua isu utama yang perlu menjadi perhatian, kata Ronald, adalah isu ketidakpastian hukum dari sudut pandang bank BUMN dan ketidakadilan dari sudut pandang debitur bank BUMN. Isu ketidakpastian hukum muncul akibat belum sejalannya definisi kekayaan negara pada beberapa dasar hukum yang ada. 

Isu kredit macet pada bank BUMN, kata Ronald dapat dikaitkan dengan kontribusinya pada APBN melalui jalur dividen. Berdasarkan data per Oktober 2012, jumlah kredit macet pada bank BUMN mencapai Rp 14,69 triliun, dan pada BPD mencapai Rp 3,39 triliun. Sehingga totalnya menjadi Rp 18 triliun. "Jika 25 persennya saja dikembalikan melalui restrukturisasi, maka dapat mendatangkan likuiditas baru senilai Rp 4,5 triliun," kata Ronald. Ini seterusnya dapat disalurkan sebagai kredit bank lain.

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahrullah Akbar, menilai SOP yang dibuat nantinya harus terukur. "Orientasinya tetap pada kredit bermasalah, bukan karena itikad buruk. SOP ini juga harus bebas dari intervensi, juga transparan, dan memunyai mekanisme yang jelas," katanya. Dari sisi akuntabilitas, kata Bahrullah,  kelemahannya harus dilihat. BI sudah membuat aturan tentang penghapusan utang yang ada. Segala kelemahannya perlu perbaikan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement