Kamis 06 Dec 2012 15:43 WIB

BI: Defisit Neraca Pembayaran 2,2 Persen

Rep: A. Syalaby Ichsan/ Red: Indah Wulandari
Darmin Nasution
Foto: Antara
Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Bank Indonesia memprediksi akumulasi neraca pembayaran (current account) 2012 pada akhir tahun akan defisit 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto. 

Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, menjelaskan angka tersebut tergolong rendah bila dibandingkan negara lainnya.

 "Kita akan defisit pada angka 2,2 persen bukan 2 lah dari PDB. Satu defisit yang masih tergolong bukan hanya moderat, tapi rendah,"ujar Darmin usai seminar internasional bertajuk Financial Stability Through Effective Crisis Management  and international Agency Coordination, di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12).

Darmin menjelaskan besarnya defisit neraca perdagangan pada Oktober lalu masih dapat ditutup dengan transaksi modal yang besar.  Hal tersebut, tuturnya, tercermin dari besarnya Foreign Direct Investment selama tahun ini.

Menurutnya, defisit neraca perdagangan pada transaksi berjalan tidak seharusnya terlalu dikhawatirkan. "Bukan karena kita terpuruk. Karena perkembangan ekonomi kita bagus,"ujarnya. 

Sayangnya, ujar Darmin,  industri domestik belum mampu memenuhi kebutuhan nasional untuk bahan  baku dan barang modal. Konsekuensinya, impor menjadi besar sementara ekspor melambat sehingga terjadi defisit.

Darmin mengimbau agar defisit tersebut dilihat sebagai tren musiman. Pasalnya, tutur Darmin, masuknya barang seperti pesawat dan  kendaraan tambang seperti yang terjadi selama bulan Oktober, masuk kategori barang modal. Sehingga, ujarnya, alat transportasi tersebut hanya datang dalam jangka waktu tertentu.

"Pesawat itu perjanjian sampai tahun  2025 akan masuk terus. Tidak setiap bulan orang impor pesawat. Sekali-sekali dia datang,"ujarnya. Buktinya, tutur Darmin, pada triwulan 1 dan 2 impor alat transportasi sangat besar. Setelah itu, ujarnya, kembali melambat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement