REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA, BALI -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengatakan pihaknya akan terus memperbaiki kerangka manajemen krisis yang lebih komprehensif sebagai bagian dari protokol manajemen krisis nasional.
"Kerangka kerja Bank Indonesia didasarkan pada empat prinsip dasar, yaitu tata kelola, tindakan pencegahan cepat, koordinasi, dan komunikasi," kata Darmin dalam Seminar Internasional Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12).
Menurutnya, pencegahan dan mitigasi krisis harus dilakukan melalui proses keputusan yang terstruktur dan transparan, dengan platform kolaboratif bersama instansi pemerintah terkait lainnya, serta bila diperlukan dengan otoritas eksternal.
"Satu hal yang saya akan soroti adalah bahwa komunikasi merupakan fitur yang tidak terpisahkan dari strategi keseluruhan, untuk menjamin efektifitas kebijakan manajemen krisis," katanya.
Darmin mengatakan, ada tiga bidang yang perlu diperbaiki dalam membangun kerangka kerja manajemen krisis, yaitu peningkatan perangkat dan teknologi, kesiapan perangkat penanganan krisis dan persoalan politik.
Ketersediaan perangkat dan teknologi, akan membantu dalam pembentukan suatu pandangan yang komprehensif tentang risiko sistemik yang berlaku, juga untuk membantu menilai dan mengukur dampak dari risiko tersebut.
Kedua, kesiapan dari berbagai perangkat kebijakan seperti kesiapan bank sentral dalam melakukan intervensi pasar, pilihan resolusi perbankan, kebijakan makroprudensial, dan pengaturan perjanjian bilateral-multilateral. "Di sektor sistem pembayaran adalah wilayah yang paling penting dari setiap penanganan krisis," katanya.
Selain itu, menurut Darmin pemerintah juga perlu menaruh perhatian pada dimensi politik dari setiap tindakan manajemen krisis, karena meskipun aspek ini kurang menguntungkan untuk menjadi pembahasan terbuka, di beberapa titik penanganan krisis.
"Aspek politik perlu juga ditangani. Ini hanya untuk mengingatkan, bahwa krisis kerangka kerja manajemen harus disertai dengan kerangka hukum yang tepat. Dan, bahwa komunikasi dan transparansi sejak tahap awal dari setiap tindakan manajemen krisis perlu dipersiapkan dengan baik," bebernya.
Menurutnya, untuk kasus Indonesia, pemberlakuan jaring pengaman keuangan dalam UU JPSK akan memberikan dasar hukum yang kuat dan memberikan tanggung jawab bersama yang jelas antara otoritas dalam mendukung stabilitas keuangan.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS C Heru Budiargo mengatakan akan membesar kapasitas peranan LPS dalam penanganan krisis bersama tidak sekadar hanya menjadi juru bayar dana penjaminan masyarakat. "Kita akan terus menindaklanjuti UU Asuransi, kemudian mencermati dan memperbaiki sistem, aturan dan pengelolaan ekonomi yang lebih baik, dan juga fokus pada nasabah perbankan," katanya.