REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, menyatakan Pemerintah terus mencari kebijakan yang tepat terkait penerapan bea keluar ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). "Harapannya agar terjadi keseimbangan yang baru," tutur Bayu, akhir pekan lalu.
Ketentuan bea keluar ekspor CPO Indonesia untuk November ditetapkan sebesar sembilan persen. Prosentase ini turun dari bea keluar Oktober dan September silam yang berada pada level 13,5 persen.
Terkait penurunan harga CPO di pasaran dunia, Bayu menyebut fenomena yang berkembang saat ini merupakan fenomena sementara (temporer), bukanlah fenomena yang akan terjadi seterusnya (seasonal). Bayu pun meyakini harga CPO akan segera membaik.
Sebagai gambaran, harga jual CPO saat ini rata-rata Rp 7.739 per kg. Bayu menyebut, tindakan Malaysia (sesama produsen CPO terbesar di dunia) yang menurunkan bea keluar CPO beberapa waktu lalu dinilainya telah menurunkan harga CPO di pasaran. "Jika kita melakukan hal yang sama, kita sama-sama menjadi korban," kata Bayu.
Lebih lanjut, mantan Wakil Menteri Pertanian ini menyebut Pemerintah telah cerdas dalam merancang bea keluar ekspor CPO sebab disesuaikan dengan dinamika pasar. Dalam artian, tidak perlu dilakukan perubahan peraturan Menteri Keuangan dalam menyikapinya. "Sejauh ini run very well," kata Bayu.
Malaysia, ujar Bayu, meniru langkah yang dilakukan oleh Indonesia. Walaupun presentase berbeda, harga CPO telah tertekan akibat langkah yang diambil negeri jiran kita tersebut. "Ada demand yang turun, oleh karena itu suplai harus dikendalikan."
Beberapa waktu lalu, Pemerintah Indonesia dan Malaysia diberitakan akan segera melakukan pertemuan untuk membahas skema pembatasan ekspor CPO. Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, mengatakan pembatasan ekspor dari kedua negara penting mengingat Indonesia dan Malaysia menguasai 90 persen produksi CPO dunia.