Ahad 04 Nov 2012 14:15 WIB

Nilai Infrastruktur Gas Pemerintah Dinilai Bohong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Achmad Wijaya menilai pemerintah telah melakukan kebohongan terkait program pembangunan infrastruktur gas sama sekali tidak terlaksana, sekaligus hanya sekedar pencitraan semata.

Sampai saat ini, belum satu pun dari rencana infrastruktur yang memiliki kontrak pasokan gas, sebagai salah satu syarat dimulai pembangunannya. "Setelah menunggu bertahun-tahun, sampai sekarang belum juga ada kejelasan pembangunan infrastruktur gas," katanya, di Jakarta, Ahad (4/11).

Menurut dia, pemerintah sebenarnya sudah tahu infrastruktur yang berupa terminal dan pipa transmisi itu mestinya menjadi prioritas untuk dilakukan agar gas bisa lebih banyak dimanfaatkan di dalam negeri. Namun, tidak ada tindakan konkrit dan selalu mencari-cari alasan atas ketidakjelasan rencana tersebut.

Berdasarkan data Ditjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, industri terus tumbuh dengan rata-rata delapan persen per tahun, sehingga makin membutuhkan gas. Pada 2012, total kebutuhan gas untuk industri mencapai 2.095 MMSCFD, 2013 sebesar 2.181 MMSCFD, dan 2014 sebanyak 2.233 MMSCFD. Namun, pasokan gas diperkirakan hanya mencapai 50-60 persen dari kebutuhannya.

Sebelumnya, diketahui ada rencana mengekspor sebagian LNG Tangguh eks Sempra ke pembeli Jepang yakni Kansai Electric, Kyushu Electric, dan Tepco mulai 2013 hingga 2035 dengan volume bervariasi mulai 16 kargo per tahun per perusahaan.

Rencana ekspor tersebut merupakan bagian sekitar tiga juta ton per tahun gas Sempra yang akan dijual ke pembeli lain. Sebanyak satu juta ton per tahun di antaranya tengah dalam negosiasi antara PT PLN (Persero) dan BP Berau Ltd, sebagai pengelola kilang Tangguh, untuk dipasok ke terminal LNG di Arun, Aceh.

PLN dan BP sebenarnya sudah menyepakati klausul harga LNG-nya. Namun, pemerintah menilai kesepakatan harga itu terlalu tinggi dan meminta lebih rendah. Dengan demikian, masih tersisa sekitar dua juta ton per tahun yang bisa dialokasikan ke dalam negeri.

Pemerintah mempunyai program pembangunan infrastuktur berupa terminal dan pipa transmisi gas, namun pengembangannya terkendala pasokan gas. Terminal LNG terapung di Teluk Jakarta baru mendapatkan pasokan 1,5 juta ton dari kapasitasnya tiga juta ton per tahun.

Sementara, terminal gas di Arun, Aceh juga baru memperoleh kepastian satu juta ton dari kebutuhan tiga juta ton per tahun. Demikian pula terminal terapung di Jateng dan Lampung yang berkapasitas masing-masing tiga juta ton per tahun, belum ada kepastian pasokan gas sama sekali.

Ketidakjelasan pasokan gas ke terminal tersebut juga menghambat pembangunan pipa transmisi di Jawa dan Arun-Belawan.  

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement