Senin 29 Oct 2012 19:39 WIB

Pengamat: Stop Privatisasi BUMN

Kantor Kementerian BUMN
Foto: Republika.co.id
Kantor Kementerian BUMN

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pengamat ekonomi dari Econit Advisory Group, Hendri Saparini, mendesak pemerintah untuk melakukan penghentian sementara (moratorium) privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Saat ini pemerintah terus melakukan privatisasi tanpa melihat konsekuensi hilangnya peran strategis BUMN dalam pembangunan nasional jangka panjang, hal ini harus dihentikan," kata Hendri dalam diskusi ahli Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama di Jakarta, Senin.

Dalam masa moratorium tersebut, Hendri mengatakan, pemerintah dapat menyusun rencana pembangunan nasional yang komprehensif. Dari rencana itulah dapat dipilah BUMN yang dapat diprivatisasi dan yang harus tetap berada di tangan negara.

"Kita dapat menyimpulkan BUMN tertentu yang mempunyai peran strategis dalam mendukung implementasi rencana pembangunan nasional dan BUMN lain yang tidak berperan signifikan," kata dia.

Hendri mengatakan, BUMN dengan peran strategis harus tetap dimiliki negara sementara kepemilikan BUMN lain dapat dijual seluruhnya atau sebagian kepada investor.

Untuk BUMN dengan peran strategis namun berkinerja kurang, Hendri mengusulkan agar sebagian kecil kepemilikan perusahaan negara tersebut dijual ke pasar modal untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas.

"Dengan menjual sekitar lima persen dari saham BUMN yang berperan strategis namun berkinerja buruk, kita dapat memacu karyawan di perusahaan tersebut untuk berkinerja lebih baik karena berada di bawah pengawasan publik," kata Hendri.

Hendri menilai, privatisasi BUMN yang dilakukan oleh pemerintah dalam 10 tahun terakhir cenderung tidak memperhatikan peran yang dapat dilakukan oleh perusahaan negara dalam pembangunan nasional.

"Kita hanya melakukan privatisasi untuk menambah pemasukan negara dari penjualan saham, sementara sisi lain yang lebih penting justru tidak dipertimbangkan," kata dia.

Hendri kemudian mencontohkan strategi privatisasi di Cina yang tetap memegang penuh kepemilikan negara atas BUMN yang bekerja untuk sektor-sektor tertentu.

"Cina sebagai negara komunis sebelum tahun 2000 memiliki banyak BUMN karena semua badan usaha dimiliki oleh negara, sekarang yang terjadi justru sebaliknya," kata Hendri.

Namun di tengah privatisasi besar-besaran, negara Cina tetap memegang kepemilikan penuh, atau dalam kasus tertentu kepemilikan mayoritas, utamanya pada BUMN yang bekerja pada sektor yang dinilai strategis.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement