REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha sawit memandang Indonesia dan Malaysia bisa kompak dalam hal sawit. Managing Director PT Sinar Mas, Gandi Sulistiyanto, mengatakan Indonesia dan Malaysia sebagai negara eskportir Crude Palm Oil (CPO) terbesar dunia harus memiliki kebijakan bersama yang saling menguntungkan dua belah pihak.
Malaysia pada pekan lalu mengeluarkan kebijakan pemangkasan pajak ekspor untuk produk CPO. Semula, pajak ekspor dikenakan 23 persen. Namun, mulai Januari 2013, pajak ekspor hanya dikenakan 4,5-8,5 persen.
"Harusnya dibicarakan supaya policynya tidak curi start. Bukan disamakan, tapi jangan mendahului," ujar Gandi saat ditemui, Selasa (16/10).
Pengusaha kelapa sawit yang tergabung dalam GAPKI berencana akan memberikan masukan kepada menteri perdagangan dan menteri keuangan untuk membicarakan masalah ini. Pasalnya, penurunan pajak ekspor Malaysia dapat berdampak pada menurunnya daya saing CPO Indonesia.
Penurunan pajak ekspor Malaysia menjadikan CPO mereka bisa dijual lebih murah. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan yang tidak sehat antara perdagangan CPO Indonesia dan Malaysia.
Indonesia dan Malaysia menguasai pasar CPO dunia hampir 90 persen. Perdagangan CPO di tingkat Asean hanya mencapai 25 persen.
"Kalau tarifnya beda akan merugikan salah satu negara dan merugikan totalitas Asean," kata dia.