REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian menyatakan keyakinannya bahwa kualitas produk batik asal Indonesia lebih baik dari produk batik printing Cina.
"Bea masuk produk impor nol persen memudahkan barang-barang dari Cina khususnya produk garmen batik membanjiri pasar dalam negeri. Namun, kualitas yang dihasilkannya masih di bawah produk batik asal Indonesia," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, di Jakarta, Selasa.
Euis mengatakan pemberlakuan Asean China Free Trade Agrement (ACFTA) diyakini dapat meningkatkan peredaran batik printing asal China di pasar dalam negeri berkat bea masuk produk yang sebesar nol persen.
Berdasarkan aturan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), batik adalah produk asli Indonesia yang dibuat dengan keterampilan tertentu.
"Batik Indonesia bahan bakunya terdiri dari kain batik dengan bahan baku gondorukem dan menggunakan canting dalam proses produksinya. Untuk batik cap, itu menggunakan bahan baku katun dan mempunyai teknik khusus dalam membuat produknya," katanya.
Batik printing asal Cina, lanjut Euis, diproduksi dengan menggunakan mesin tanpa keterampilan dari manusia.
"Batik Cina hanya di-print dan harganya lebih murah serta proses produksinya tidak sesuai dengan ketentuan UNESCO," ujarnya.
Euis menambahkan masyarakat di Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang produk batik yang beredar di pasar dalam negeri. "Produk batik asli Indonesia mampu bersaing dengan produk printing asal Cina. Hal ini membuktikan bahwa produk dari dalam negeri semakin diminati masyarakat," katanya.