REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bank Indonesia menilai berdasarkan indikator makro ekonomi, kondisi perekonomian Indonesia mulai terlihat pulih setelah melewati lebaran. "Pascalebaran ini terlihat likuiditas mulai kembali lagi ke bank, bisa dilihat juga dari bunga jangka pendek yang turun," kata Direktur Eksekutif Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Dody Budi Waluyo di Jakarta, Jumat (7/9).
Menurut Dody, sebelum lebaran BI mengkhawatirkan dua hal dalam indikator makro ekonomi yaitu melemahnya nilai tukar karena faktor eksternal dan masalah suku bunga. "Hal tersebut mulai berlangsung pascalebaran, terlihat dari impor konsumsi yang mulai berkurang serta kembalinya likuiditas ke perbankan, serta likuiditas perbankan juga mulai berlebih dan suku bunga yang juga turun," katanya.
Dody memprediksi hingga akhir tahun kecenderungan turunnya impor konsumsi tersebut akan terus berlangsung yang diikuti dengan peningkatan ekspor. "Kami prediksi kondisi perekonomian kembali ke arah yang sudah direncanakan, selama Indonesia masih ke arah ekspansi maka ekspor harus tetap tinggi, tapi impor juga sepanjang untuk investasi dan yang berorientasi ekspor pun bukan menjadi kendala," katanya.
Hanya saja Dody mengatakan bahwa faktor eksternal juga masih dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri, seperti ketidakpastian ekomi Eropa khususnya masalah fiskal di Spanyol. "Selain itu ada juga masalah kepastian kebijakan moneter 'easing' kuantitatif tahap 3 (QE3) di Amerika Serikat, yang mungkin dapat lebih menstabilkan perekonomian dunia jika hal itu tercapai," katanya.
Dody menambahkan bahwa melalui QE3 yang tengah diwacanakan tersebut, negara berkembang seperti Indonesia berpeluang mendapatkan aliran dana yang lebih banyak. "Berbagai stimulus yang dilakukan negara maju untuk mendorong perekonomian memang akan berdampak baik bagi Indonesia," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia pada Juli 2012 mencapai 16,15 miliar dolar AS atau naik 4,60 persen dibanding bulan sebelumnya, sedangkan impor turun 2,39 persen menjadi 16,33 miliar dolar AS. Kenaikan ekspor itu disebabkan meningkatnya nilai ekspor minyak dan lemak nabati/ hewani, terutama minyak sawit, sebanyak 831,7 juta dolar AS.