REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI) belum berencana mengkaji penurunan bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Bunga KUR yang ditetapkan sebesar 22 persen dinilai masih rendah dibandingkan bunga kredit mikro dari bank lain.
"Suku bunga KUR sudah jauh lebih murah dari kredit mikro yang bunga efektifnya sampai 36 persen. KUR kami bunga efektifnya 22 persen, " ujar Direktur Utama BRI, Sofyan Basir, Selasa (14/8).
Margin bunga bersih atau Net Interest Income dari KUR masih relatif tinggi, kata Sofyan, karena penyaluran kredit tersebut membutuhkan banyak tenaga kerja lapangan atau padat karya. Pemberian KUR yang sampai pelosok desa membuat tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak.
Adanya jaminan pemerintah terhadap KUR tidak menjadi pertimbangan BRI untuk menurunkan bunga kredit. Menurut Sofyan, dana yang digunakan untuk penyaluran KUR tetap berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank. "Pemerintah hanya menjamin kalau kredit itu bermasalah, tapi uangnya tetap dari masyarakat juga," kata dia.
Diakuinya, bunga KUR jauh lebih tinggi dibandingkan bunga kredit korporasi yang masih di kisaran 9 persen. Sofyan beralasan bunga kredit korporasi rendah karena pembiayaannya berjangka panjang. "Korporasi minta (bunga) single digit semua, dia tidak mau double digit karena proyeknya jangka panjang 2-3 tahun, sementara mikro usahanya harian," ujar dia.
Pada Juni 2012, outstanding Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI mencapai Rp 17,73 triliun dengan total debitur sejumlah 2,04 juta debitur. Sementara, penyaluran kredit BRI masih didominasi kredit mikro yang mencapai 31,7 persen. Penyaluran kredit mikro Bank BRI meningkat 15,03 persen dari Rp 83,97 triliun menjadi Rp 96,59 triliun.