Kamis 02 Aug 2012 12:55 WIB

Facebook Terkapar di Lantai Bursa

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: M Irwan Ariefyanto
Facebook (ilustrasi)
Foto: mrsimpel.blogspot.com
Facebook (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa saham perusahaan jejaring sosial terbesar di dunia, Facebook, bakal merosot drastis. Sejak masuk ke lantai bursa pada 18 Mei lalu, saham Facebook Inc telah terdepresiasi lebih dari 40 persen.

Pada perdagangan di bursa Amerika Serikat, Selasa (31/7) waktu setempat atau Rabu WIB, saham Facebook kembali terjungkal 6,2 persen, ke rekor terendah 21,71 dolar AS per lembar. Anjloknya saham perusahaan yang didirikan oleh Mark Zuckerberg itu menunjukkan bahwa pertumbuhan pengguna Facebook melambat. 

Keraguan kembali muncul mengenai kemampuan Facebook untuk bertahan sebagai salah satu emiten terkaya di Nasdaq Stock Market, Amerika Serikat (AS). "Orang-orang ingin tahu apa perkembangan terbaru dari Facebook selanjutnya," kata analis dari Susquehanna Financial Group, Herman Leung, Rabu (1/8).

Kabar buruk datang dari laporan keuangan Facebook tentang kinerja perusahaan pada kuartal kedua 2012. Hasilnya, investor kecewa dengan pertumbuhan pendapatan Facebook yang hanya 32 persen. Ini jauh di bawah pertumbuhan pada kuartal I 2012 yang mencapai 45 persen. Facebook juga memutuskan menggenjot pendapatannya selanjutnya dari iklan pada perangkat bergerak.

Laporan keuangan Facebook itu kemudian dianalisis oleh Carlos Kirjner dari Bernstein Research. Ia memprediksikan hasil penayangan iklan Facebook nantinya hanya dihargai 19 dolar AS per saham. Ini bahkan hanya separuh dari harga saham perdana Facebook pada waktu IPO, 38 dolar AS per saham, dan mengeruk dana hingga 100 miliar dolar AS.

Debut Facebook di pasar bursa bahkan merusak perdagangan saham di Nasdaq. UBS bahkan mengumumkan mereka merugi hingga 349 juta franc swiss. UBS menjadi lembaga ke uangan perdana yang mangalami kerugian dari penawaran perdana saham Facebook. Pesanan saham Facebook beberapa kali mengalami kegagalan sistem.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement