Sabtu 21 Jul 2012 10:12 WIB

Selamat Datang OJK

Ketua Panitia Seleksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga Menteri Keuangan, Agus Martowardojo (kiri) bersama Gubernur BI Darmin Nasution (tengah) dan anggota Pansel OJK Chatib Basri (kanan)
Foto: antara
Ketua Panitia Seleksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga Menteri Keuangan, Agus Martowardojo (kiri) bersama Gubernur BI Darmin Nasution (tengah) dan anggota Pansel OJK Chatib Basri (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelantikan sembilan anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) di Mahkamah Agung Jumat (20/7) sore merupakan tonggak baru sejarah dimulainya pengaturan dan pengawasan sektor keuangan di Indonesia oleh satu lembaga.

Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali di Gedung MA Jakarta melantik dan mengambil sumpah jabatan Ketua DK-OJK Muliaman Darmansyah Hadad, dan enam anggota yaitu Nurhaida (sebelumnya Ketua Bapepam-LK), Rahmat Waluyanto (mantan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang), Kusumaningtuti (mantan Kepala Kantor Perwakilan BI di New York), Ilya Avianti (auditor utama BPK), Nelson Tampubolon (mantan Direktur Internasional BI), dan Firdaus Djaelani (Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan).

Dua orang anggota lain DK-OJK adalah Halim Alamsyah (Deputi Gubernur Bank Indonesia) dan Anny Ratnawati (Wakil Menteri Keuangan) yang berstatus "ex-officio" sesuai amanat undang-undang yang mensyaratkan satu anggota dari Dewan Gubernur BI dan seorang pejabat eselon I Kementerian Keuangan.

Sejak dilantiknya sembilan pejabat itu, nasib lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya berada di tangan kekuasaan mereka. Bukan tugas yang mudah dan ringan, karena dilihat dari besaran lingkup tugas OJK, lembaga ini akan mengatur dan mengawasi sekitar ribuan perusahaan dengan total aset sekitar Rp 7.000 triliun.

Besarnya lembaga ini juga terlihat dari jumlah pegawai, karena OJK yang mulai beroperasi penuh 1 Januari 2014 akan digerakkan oleh sekitar 2.500 pegawai yang berasal dari BI dan Kemenkeu. Beratnya tugas Ketua DK-OJK Muliaman D Hadad mengakui beratnya tugas yang akan diembannya apalagi proses penggabungan Bapepam-LK pada Januari 2013 dan BI pada Januari 2014 masih dalam suasana krisis ekonomi global yang belum jelas pemulihannya. "Lembaga ini baru dan besar, tugasnya tidak ringan, ada beberapa hal yang harus diprioritaskan. Yang pertama perlu dipastikan masa transisi berjalan lancar, jangan sampai mendestruksi stabilitas apalagi situasi sekarang Eropa, AS, dan ekonomi global masih menjadi faktor yang mengganggu walau kondisi fundamental industri keuangan Indonesia baik," kata Muliaman.

Masa transisi ini, menurut Muliaman, menjadi sangat penting karena diperlukan adanya kepastian usaha bagi pelaku usaha, dan kepastian hukum keberlangsungan kebijakan-kebijakan yang telah berjalan sebelumnya. Prioritas koordinasi Meski memegang penuh kekuasaan pengaturan dan pengawasan seluruh lembaga jasa keuangan, keberhasilan OJK justru ditentukan kemampuannya dalam melakukan koordinasi dan komunikasi secara intensif dengan lembaga terkait terutama Bank Indonesia yang setelah adanya OJK bertugas mengawal stabilitas sistem keuangan secara makro atau makro prudensial dari sisi moneter dan sistem pembayaran.

Muliaman menyebutkan, koordinasi antara OJK dengan berbagai lembaga terkait terutama Bank Indonesia menjadi hal yang paling utama untuk dikerjakan guna mencegah kegagalan tugas lembaga semacam OJK di beberapa negara. "Dukungan dari BI dan Kemenkeu (dalam kerja awal OJK) sangat membantu, tetapi tidak cukup sampai di situ karena koordinasi itu perlu dirumuskan secara lebih baik, karena di berbagai negara OJK gagal karena koordinasi yang gagal, sehingga kemudian kita tidak perlu mengulangi kekeliruan orang lain," kata Muliaman.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement