Jumat 01 Jun 2012 12:16 WIB

Pelaku Usaha: Pemerintah, Perjelas Kebijakan Energi

Presiden SBY di Davos saat menyampaikan pidato tentang kebijakan energi dan lingkungan.
Foto: AP
Presiden SBY di Davos saat menyampaikan pidato tentang kebijakan energi dan lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah didesak segera memperjelas kebijakan energi yang berkaitan dengan sektor otomotif karena perang wacana membuat iklim usaha menjadi kurang kondusif. "Beberapa waktu yang lalu, pemerintah batal menaikkan harga BBM bersubsidi, tapi lantas mewacanakan pembatasan BBM bersubsidi dan sampai sekarang kebijakan pembatasan tersebut justru turut kandas," kata Presiden Direktur Ranyza Sejahtera Group, Hariara Tambunan, di Jakarta, Jumat (1/6).

Menurut dia, pada saat yang bersamaan, pemerintah ingin mendorong agar kendaraan bermotor melakukan konversi energi ke bahan bakar gas (BBG) untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi. Namun, penambahan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) tidak dilakukan signifikan.

"Akibatnya, rencana pemerintah yang mewajibkan pemasangan alat konverter (converter kit) bagi angkutan umum dan kendaraan dinas pemerintah belum mengalami kemajuan yang berarti," kata Presdir perusahaan yang berbasis sumber daya alam dan kelistrikan itu.

Agar sektor otomotif berkembang, kebijakan energi yang akan mendorong pertumbuhan industri otomotif harus jelas dan terarah supaya tidak terjadi kontra produktif. "Sekarang ada wacana lagi untuk mengembangkan mobil hybrid dan pelaku usaha mendukung program tersebut selama bermanfaat bagi masyarakat," paparnya.

Di sektor energi, pemerintah harus mengedepankan visi penghematan konsumsi energi di segala bidang usaha dengan tetap menjaga neraca energi nasional seimbang. "Kalau untuk menghemat BBM lantas pemerintah memangkas penjualan mobil dan motor dengan menaikkan DP [uang muka], ini tidak produktif. Pertumbuhan industri otomotif pasti akan menurun," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement