Selasa 29 May 2012 20:00 WIB

Rupiah Terus Merosot, Ekonom: BI Terlalu Hati-hati

Rep: Nur Aini/ Red: Heri Ruslan
Indonesian Rupiah (IDR)
Foto: Reuters/Supri
Indonesian Rupiah (IDR)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) dinilai terlalu hati-hati dalam merespons pelemahan nilai tukar rupiah. Akibatnya, nilai tukar rupiah terus merosot.

“BI sangat hati-hati dalam intervensi pasar sehingga likuiditas di pasar tidak signifikan, “ ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, Selasa (29/5).

Destry mengakui ketidakpastian ekonomi global memengaruhi nilai tukar rupiah lantaran mendorong fenomena penguatan dolar AS.

Namun, sejumlah faktor domestik dari tingginya ekspektasi inflasi, serta minimnya likuiditas dolar di pasar bersama kebijakan BI yang terlalu hati-hati berkontribusi dalam pelemahan nilai tukar rupiah. Gabungan ketiga faktor tersebut, membuat pasar uang tidak efisien lantaran permintaan dolar tinggi.

Meskipun ekspektasi inflasi bisa diredam, neraca pembayaran nasional masih defisit. Menurut Destry, impor BBM yang kurang terkendali sementara di sisi lain, keluarnya devisa hasil ekspor membuat likuiditas valas dalam negeri kurang memadai. Dalam tiga bulan, likuiditas valas sebesar 5 miliar dolar dari ekspor bisa keluar dari Indonesia.

Defisit dalam neraca pembayaran nasional diakuinya telah mengecil. Namun, ekspektasi inflasi yang tinggi di awal tahun membuat kondisi tersebut belum cukup untuk menahan nilai tukar rupiah. “Akumulasi dari faktor domestik memengaruhi nilai tukar rupiah, “ ujar dia.

BI yang merespon pelemahan rupiah dengan menerbitkan deposito berjangka dolar dinilai Destry merupakan tindakan reaktif. Namun, kebijakan tersebut bisa mengontrol likuiditas valas di pasar domestik. “Likuiditas valas itu sebenarnya ada di perbankan dan eksportir tapi selama ini tidak dilempar ke pasar. Sepanjang pricing BI menarik dan likuid, pelaku pasar domestic akan respon kebijakan itu, “ ungkapnya.

Meski demikian, BI dinilai harus mulai mengaktifkan pasar Non Deliverable Forward (NDF) untuk menjadi nilai lindung (hedging) likuiditas valas. Walaupun kebijakan tersebut mengharuskan BI menambah likuiditas di pasar, nilai tukar rupiah bisa lebih terjaga. “Mulai dulu forward market untuk satu bulan ke depan, atau dua bulan. Makin lama harga real (nilai tukar rupiah) akan terbentuk, “ ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement