REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemerintah Malaysia dan Thailand menilai Indonesia paling berpeluang besar mendapatkan keuntungan dengan memproduksi berbagai produk bersertifikasi halal, sehingga sudah selayaknya pemerintah dan pengusaha Indonesia memanfaatkan peluang itu.
Chairman Joint Business Council Malaysia Indonesia- Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Dato Hj.Faudzi Naim Hj.Noh, di Medan, Jumat malam, mengatakan, meski paling berpeluang besar mendapatkan keuntungan dengan produksi produk halal dan bersertifikasi itu, namun Indonesia masih ketinggalan memproduksi dan termasuk memasarkan produk bersertifikat halal itu dibandingkan Thailand dan Malaysia.
Faudzi Naim mengatakan, dia tidak tahu pasti berapa banyak produk yang sudah memiliki sertifikasi halal dari Indonesia, tetapi diyakini masih jauh di bawah Thailand yang di sekitar 3.000-an dan Malaysia yang 2.500-an.
"Ketertinggalan Indonesia dalam mengeluarkan dan memasarkan produk bersertifikasi halal itu tentunya sangat disayangkan karena Indonesia justru yang paling berpeluang besar mendapatkan keuntungan dengan produk bersertifikisi halal tersebut," katanya usai acara pembukaan Halal Expo 2012 yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumut di Medan, Jumat malam.
Peluang keuntungan Indonesia dalam produk bersertifikisi halal itu mengacu pada sudah banyaknya produk Indonesia yang sudah di ekspor dan mendapat minat besar di kalangan konsumen asing, kebutuhan produk halal yang semakin tinggi dari berbagai negara termasuk nonmuslim khususnya Amerika Serikat dan Uni Eropa dan karena Indonesia memeiliki penduduk yang cukup banyak dan mayoritas beragama Islam.
"Coba dipikirkan betapa banyaknya keuntungan Indonesia kalau memang benar-benar serius membuat produk halal dan bersertifikasi itu," katanya.
Dia menyebutkan, kalau pun serapan pasar luar negeri belum bisa digarap maksimal, pengusaha bisa mengandalkan pasar dalam negeri yang cukup besar.
"Negara lain termasuk Malaysia dan Thailand sendiri saja melihat betapa besarnya potensi pasar Indonesia.Lihat saja, setiap produk yang dihasilkan negara mana saja pasti sasaran utamanya antara lain Indonesia," katanya.
Wakil Ketua Kadin Sumut, Hervian Taher, mengakui, ketertinggalan Indonesia khususnya Sumut dalam memanfaatkan peluang pasar produk bersertifikat halal itu.
"Karena itu Kadin Sumut membuat expo yang diharapkan bisa memicu pengusaha membuat dan memasarkan produk bersertifikasi halal sekaligus menyoalisasikan sertifikasi halal itu ke masyarakat," katanya.
Dia menyebutkan, salah satu hambatan ketertinggalan Indonesia dalam membuat dan memasarkan produk bersertifikasi halal itu adalah belum juga adanya Undang-Undang Sertifikasi Halal itu dimana hal itu bukan saja membuat pengusaha belum begitu terdorong tetapi juga menyebabkan sertifikat halal itu berbiaya mahal. Padahal rancangan undang-undang (RUU) itu sudah dimulai dibahas sejak 2004.
"Belum juga dikeluarkannya UU itu sendiri diduga karena adanya tarik menarik kepentingan.Harusnya pemerintah sudah bisa mengatasi itu dan segera mengeluarkan UU Sertifikasi Halal tersebut," katanya.
Janji Komisi VIII DPR RI untuk mengeluarkan UU itu dalam tahun ini diharapkan terealisasi, katanya.
Pelaksana Tugas Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, yang meresmikan expo yang berlangsung hingga 15 April, menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sumut mendukung penuh dan siap membantu pengusaha daerah itu dalam memproduksi dan memasarkan produk bersertifikasi halal.
Keinginan tinggi mendorong sertifikasi halal itu berkembang di Sumut semakin dirasakan ketika mengunjungi Mesir, dimana berbagai produk makanan mulai dari saus dan kecap bersertifikasi halal yang diperjualbelikan di negara itu sebagian besar merupakan produk Thailand.
Padahal menurut pengusaha super market dan masyarakat di negara itu, "taste" atau rasa di produk makanana yang dihasilkan Indonesia bisa diterima konsumen seperti halnya produk Malaysia dan Thailand.
"Jadi peluang itu memang harus dimanfaatkan dan Pemerintah Provinsi Sumut siap mendukung," katanya.