REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Subsidi listrik nasional masih membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp26 triliun. Menurut Menteri Keungan Agus Martowardojo, angka itu lebih tinggi dibandingkan yang telah ditetapkan oleh Komisi VII DPR RI Rp64,9 triliun.
"Kita masih memberikan perhatian yang tinggi kepada subsidi listrik, yang kita mengharapkan bisa satu jumlah yang lebih dari apa yang disetujui komisi VII," ujarnya di Jakarta, Rabu (21/3).
Pemerintah, imbuhnya, akan bertemu kembali dengan Badan Anggaran, komisi VII maupun pimpinan DPR untuk memaparkan permintaan penambahan subsidi listrik tersebut. "Kami sedang berupaya untuk bertemu dengan DPR apakah itu Banggar, apakah komisi VII, apakah pimpinan DPR, untuk bisa menjelaskan argumentasi pemerintah kenapa kita harapkan tambahan subsidi listrik," ujarnya.
Menkeu mengatakan, penambahan subsidi listrik senilai Rp26 triliun tersebut akan diajukan melalui cadangan risiko fiskal. Permintaan itu mendesak karena, ujarnya, situasi dan kondisi kelistrikan nasional memang membutuhkan dana untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat.
"Kita ingin usulkan bahwa sesuai dengan kondisi kelistrikan, kita perlu tambahan. Dan ini bukan sesuatu yang tidak menggunakan dasar tapi memang kita memerlukan itu," katanya.
Dalam RAPBN-P 2012 pemerintah mengajukan anggaran subsidi listrik sebesar Rp93 triliun yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp48 triliun atau 107 persen dari anggaran dalam APBN 2012 sebesar Rp44,9 triliun.
Peningkatan anggaran subsidi listrik selain disebabkan oleh risiko perubahan berbagai parameter subsidi listrik seperti penyesuaian commercial operation date PLTU, juga karena adanya keterlambatan pengoperasian terminal gas dan kenaikan harga batu bara.
Kenaikan anggaran juga disebabkan kekurangan pembayaran subsidi listrik pada 2010 sebesar Rp4,5 trliun. Namun dalam rapat antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI disepakati anggaran subsidi listrik sebesar Rp64,9 triliun padahal opsi kenaikan tarif dasar listrik pada tahun ini telah dibatalkan.