Sabtu 17 Mar 2012 04:33 WIB

Gadai Emas di BRI Syariah Maksimal Rp.250 Juta

Rep: Nuraini/ Red: Hafidz Muftisany
Gadai emas di BRI Syariah
Foto: antara
Gadai emas di BRI Syariah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---PT Bank BRISyariah membuka kembali layanan produk Gadai BRISyariah iB dengan sistem baru. Dengan sistem baru ini,  besaran pinjaman gadai maksimal sebesar Rp. 250 juta untuk satu kali akad.

Dalam gadai emas tersebut,  jangka waktu peminjaman maksimal 120 hari, namun  dapat diperpanjang hingga dua kali. Dengan adanya layanan ini, Gadai BRISyariah iB kembali menjadi produk yang memberikan solusi terbaik dalam memperoleh dana tunai untuk beragam kebutuhan dan modal kerja dengan proses cepat, mudah, aman dan sesuai syariah.

Agar dapat memanfaatkan Gadai BRISyariah iB, nasabah cukup memiliki emas dalam bentuk perhiasan atau lantakan. Di samping itu, untuk memudahkan bertransaksi nasabah diwajibkan membuka Tabungan BRISyariah iB dengan segala fasilitas serba mudah dan juga hadiah program Hujan Emas, kemudian mengisi aplikasi dengan menyertakan  fotokopi KTP yang masih berlaku.

“Gadai BRISyariah iB ini cocok untuk orang-orang yang butuh uang cepat. Hanya dengan datang membawa emas ke layanan Gadai BRISyariah langsung mendapatkan uang,” kata Chief of Retail Banking PT Bank BRISyariah, Khairullah, dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (6/3).      

Sebelumnya, layanan gadai emas bagi nasabah baru di BRI Syariah sempat dihentikan pada medio Desember 2011. Penghentian itu dilakukan untuk menyesuaikan prosedur gadai emas sesuai ketentuan BI.

Penghentian layanan gadai emas bagi nasabah baru merupakan kebijakan internal bank syariah. Hal itu dilakukan sebagai tindak lanjut surat pembinaan yang dikirimkan BI ke delapan bank syariah. Isi surat tersebut meminta bank syariah mematuhi prosedur gadai emas sesuai ketentuan.

Sejak penutupan, outstanding gadai emas di BRI Syariah telah turun dari Rp 1,9 triliun pada September menjadi Rp 1,4 triliun pada Desember 2011. Sementara total pembiayaan BRI Syariah mencapai Rp 9,1 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement