REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah berencana mengimpor beras dari Myanmar. Namun kepastian soal impor tersebut, masih akan diputuskan pada Mei mendatang.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heryawan mengatakan, bakal membicarakan masalah impor beras pada Mei nanti. Ia menuturkan hingga kini pihaknya dan sejumlah pihak terkait belum akan melakukan pembicaraan ataupun merencanakan impor beras.
“Sekarang, tidak ada pembicaraan itu,” tegas Rusman saat ditemui Republika seusai rapat koordinasi tumpang tindih lahan perizinan dan perburuhan, Jumat (3/2).
Rusman mengatakan, kemungkinan impor akan dibicarakan setelah evaluasi April nanti.
Sementara itu, Badan Urusan Logistik (Bulog) mengaku telah menandatangani perjanjian impor beras dengan Myanmar. Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso menuturkan kedua negara telah menandatangani nota kesepakatan akhir pekan lalu.
“Kalau kita mengandalkan suatu negara saja, tidak ada keleluasaan harga, makanya kita lakukan impor dengan berbagai negara,” katanya. Meski enggan menuturkan kapan impor bakal direalisasikan, ia menuturkan Myanmar telah menyanggupi untuk mengimpor beras sebanyak 200 ribu ton.
Dari segi kualitas, ia menegaskan beras Myanmar sudah memenuhi standar. Menurutnya negara tersebut juga merupakan pengimpor beras untuk negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Eropa bahkan negara Afrika.
“Myanmar memiliki kemampuan untuk menjadi eksportir beras karena mereka surplus setiap tahun,” katanya. Negara tersebut surplus beras sebesar dua juta ton akibat konsumsi dalam negeri yang rendah.
Selain Myanmar, ke depan ia menuturkan Bulog juga bakal membuat perjanjian serupa dengan Pakistan dan Kamboja. Sebelumnya Indonesia mengimpor beras dari sejumlah negara yakni Thailand, Vietnam, dan India.
Dimana Vietnam menyanggupi impor paling besar hingga mencapai 1,5 juta ton. Sedangkan Thailand hingga satu juta ton dan India hingga 500 ribu ton.