REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Max Sopacua mengatakan, salah satu pemicu isu separatisme di Papua karena masalah ekonomi dan pembagian lahan yang menyangkut hak hidup.
"Di sana ada Freeport yang sebagian besar dilihat masyarakat tidak mencerminkan keberadaan lahan hasil bangsa dan negara untuk rakyat. Itu perlu kita sadari sejak awal," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (21/10).
Sampai saat ini, kata dia, belum ada revisi mengenai kontrak kerja dengan perusahaan tambang asal Amerika itu. Yang selama ini dilakukan hanya perpanjangan. Mengenai hal ini, Max mengutip isi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhotyono (SBY) pada pelantikan menteri yang baru.
Di situ, katanya, SBY meminta kepada Menteri ESDM, Jero Wacik agar menilai kembali kontrak kerja perusahaan asing. Khususnya yang ada di lahan pertambangan dan terkait hak hidup masyarakat. Menurutnya, Papua memiliki lahan pertambangan yang sangat besar.
Karenanya, meskipun telah diperpanjang perlu ada tinjauan ulang mengenai kontrak kerja perusahaan di wilayah tersebut. "Kemarin memang sudah diperpanjang lagi. Tapi sesuai arahan presiden, itu harus ditinjau ulang atau bagaimana pun juga direvisi. Yang penting masyarakat Papua dapat menerima apa yang menjadi hak mereka di lahan mereka," kata anggota Komisi I ini.
Ia juga mensinyalir adanya intervensi dari pihak luar pada Kongres Rakyat Papua. Antara lain, adanya organisasi yang memaksakan kehendak untuk International Parliamentary of West Papua. Max menduga kalau keberadaan organisasi ini boleh jadi menjdi pemicu isu separatisme di Papua.
"Kita mengharapkan kepala BIN yang baru bisa mensinyalir, bisa meng-clear-kan persoalan yang menyangkut organisasi itu. Ini penting karena masyarakat di sana akan mengikuti saja," katanya.