REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah akan terus melakukan perampingan jumlah perusahaan milik negara (BUMN) menjadi hanya 25 perusahaan dari 141 BUMN hingga 2025.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa dalam sebuah seminar di Jakarta, Selasa, jumlah BUMN yang ada saat ini berlebihan sehingga menyebabkan tidak terfokusnya tugas BUMN tersebut.
Hal ini didasarkan pada kondisi bahwa ada beberapa perusahaan pelat merah yang usahanya tumpang tindih dengan yang lain, katanya.
"Harusnya cuma empat hingga lima sektoral holding, yang membidangi sektor seperti infrastruksur, investasi, transportasi," kata Hatta.
Jika melihat roadmap BUMN yang tertuang dalam rekomendasi konsultan independen, di situ tertera bahwa jumlah BUMN sudah terlalu banyak dan menjadi tidak efisien, yaitu total sebanyak 141 BUMN.
Kementerian BUMN berencana untuk membentuk holding sektoral dengan tim manajemen yang kuat dan terfokus. Untuk itu perlu dilakukan perampingan, baik melalui marger, privatisasi, sectoral holding maupun likuidasi.
Berdasarkan roadmap tersebut, pada 2014 diharapkan menjadi 78 BUMN dan pada 2025 hanya menjadi 25 BUMN.
Selain itu, kata Menko, masih terdapat perusahaan BUMN yang terus merugi. Dari total 141 perusahaan, 131 di antaranya sudah mencatatkan laba dan 67 di antaranya telah mampu memberikan dividen bagi negara. "Ada sepuluh yang rugi terus. Jadi masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh BUMN," ujarnya.
Hatta berpendapat harus ada akselesarsi dalam upaya meningkatkan kinerja BUMN. Saat ini, aset seluruh BUMN telah mencapai 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kalau dievaluasi lagi, saya yakin di atas Rp3.000 triliun aset BUMN kita, itu kekuatan luar biasa kalau kita bisa benahi," ujarnya.
Sedangkan belanja modal (capital expenditure) BUMN sudah melebihi angka Rp200 triliun, atau lebih besar dari belanja pemerintah di APBN.
Karena itu, kata Hatta, jika BUMN bisa menghemat dua persen saja, maka akan ada dana tambahan senilai Rp20 triliun untuk membangun infrastruktur.
Hatta menilai seharusnya BUMN dibiarkan melakukan aksi korporasi yang leluasa seperti perusahaan swasta. Hanya dengan cara itu BUMN bisa menjadi perusahaan berkelas dunia.
Saat ini, BUMN masih dibatasi dengan berbagai macam peraturan perundangan-undangan dalam melaksanakan aksi korporasinya.