REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Posisi total utang pemerintah Republik Indonesia per Juni 2011 mencapai 200,50 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.723,90 triliun. Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan yang diperoleh di Jakarta, Kamis, menyebutkan, angka tersebut masih bersifat sangat-sangat sementara.
Jumlah utang pemerintah itu menunjukkan kenaikan jika dibanding dengan sebelumnya. Pada akhir 2010, total utang pemerintah mencapai 186,50 miliar dolar AS, per akhir 2009 sebesar 169,22 miliar dolar AS, dan per akhir 2008 sebesar 149,47 miliar dolar AS. Total utang sebesar 200,52 miliar dolar AS itu terdiri dari pinjaman sebesar 68,51 miliar dolar AS dan utang dalam bentuk surat berharga negara sebesar 132,01 miliar dolar AS.
Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar 68,45 miliar dolar AS dan pinjaman dalam negeri sebesar 0,06 miliar dolar AS. Pinjaman luar negeri terdiri dari pinjaman bilateral 42,45 miliar dolar AS, pinjaman multilateral 22,87 miliar dolar AS, pinjaman komersial 3,07 miliar dolar AS, dan pinjaman suppliers 0,06 miliar dolar AS.
Sementara itu jumlah surat berharga negara sebesar 132,01 miliar dolar AS terdiri dari surat berharga negara dengan denominasi valuta asing sebesar 20,53 miliar dolar AS, dan dalam denominasi rupiah sebesar 111,48 miliar dolar AS.
Berdasarkan kurs Rupiah sebesar Rp8.597 per dolar AS maka total utang pemerintah mencapai Rp1.723,90 triliun. Jumlah ini terdiri dari surat berharga negara berdenominasi rupiah sebesar Rp958,40 triliun, surat berharga negara berdenominasi valas Rp176,49 triliun, pinjaman berdenominasi rupiah Rp0,55 triliun, dan pinjaman denominasi valas Rp588,46 triliun.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, fundamental ekonomi dalam kondisi baik dan utang Indonesia masih terjaga sehingga krisis di Amerika Serikat dan Eropa tidak terlalu berdampak terhadap perekonomian domestik. "Yang saya yakini adalah gejolak yang dialami oleh AS dan Eropa adalah karena faktor utang yang besar dari negara-negara itu. Tapi kondisi Indonesia selama 10 tahun terakhir menunjukkan kita bisa mengendalikan 'debt to GDP'," kata Menkeu.
Ia menjelaskan, Indonesia konsisten dalam mengelola kesehatan utang dengan rasio sebesar 80 persen terhadap PDB sepuluh tahun lalu menjadi 26 persen pada 2011. Negara-negara yang mengalami pemulihan ekonomi lambat dan terkena dampak krisis seperti AS, memiliki rasio utang yang mencapai 100 persen terhadap PDB, seperti Yunani 147,3 persen, Portugal 103,1 persen, Irlandia 102,4 persen, Italia 124,8 persen, dan Jepang 227,4 persen.
"Kita cukup konsisten dalam menjaga kesehatan utang kita, 10 tahun lalu 'debt to GDP' ada di kisaran 80 persen. Sekarang 26 persen, kan turun. Di negara lain naik sampai di atas 100 persen, bahkan Jepang 200 persen, AS 100 persen GDP," ujar Menkeu.
Ia mengatakan, kinerja pasar modal, perbankan, dan kebijakan fiskal masih baik secara fundamental dan hal tersebut menunjukkan saat ini pertumbuhan ekonomi berjalan stabil. Namun, Menkeu mengatakan, pemerintah menyiapkan antisipasi apabila pasar keuangan dunia tidak menunjukkan tanda-tanda akan membaik, apalagi sempat terjadi koreksi saham di bursa regional.
"Kita memang antisipasi kalau AS dan Eropa ada yang 'down grade' ratingnya, dan memang (AS dan Eropa) mau menghimpun dana, tentu nanti akan ada permintaan tingkat bunga yang lebih tinggi karena rating lebih rendah, tentunya bisa berimplikasi kepada pasar keuangan dunia," ujarnya.