Kamis 07 Jul 2011 10:24 WIB

KPK: Potensi Kerugian Negara dari Produksi Migas Besar

Rep: Muhammad Hafil / Red: Djibril Muhammad
Haryono Umar
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Haryono Umar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Selain mengalami kerugian dari pendataan aset migas, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menyatakan negara mengalami potensi kerugian bernilai triliunan rupiah dari lifting atau produksi migas. Pencatatan yang dilakukan secara manual membuat potensi kerugian negara itu sangat besar.

Menurut Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, setelah melakukan kajian, KPK menemukan adanya fakta bahwa pertambangan migas yang dilakukan di laut lepas itu hasilnya langsung di bawa pergi ke luar negeri. Pemerintah di tingkat pusat hanya mendapat catatan dalam bentuk manual saja pada setiap transaksi penjualan migas di laut lepas itu.

"Catatan manual itu kan bisa dimanipulasi dan dibuat-buat, harusnya harus ada catatan on line yang sistematis jadi kita bisa lihat berapa produksi hariannya," kata Haryono dalam perbincangan dengan Republika melalui sambungan telepon, Kamis (7/7).

Menurutnya, dengan fakta yang ditemukan seperti itu, maka negara akan mengalami potensi kerugian yang sangat besar. Migas yang dibawa ke luar negeri itu hanya akan menguntungkan pihak asing sedangkan negara kita hanya mendapatkan kerugian akibat adanya potensi manipulasi pencatatan hasil penjualan yang dilakukan di laut lepas itu. "Kita hanya dibodoh-bodohin saja oleh pihak asing," katanya.

Haryono mengatakan, atas temuan KPK itu, pihaknya telah merekomendasi kepada pemerintah melalui BP Migas untuk melakukan pendataan dan pencatatan secara on line. Namun, hal tersebut hingga saat ini belum dilakukan.

Pemerintah menyatakan belum bisa melakukan hal tersebut dengan alasan membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk melaksanakan rekomendasi KPK itu. Padahal, berdasarkan pengetahuannya, di luar negeri sudah melaksanakan pencatatan secara on line itu dan tidak membutuhkan biaya yang mahal.

"Katanya pemerintah sih, untuk membangun sistem seperti itu membutuhkan biaya yang sangat mahal, padahal saya lihat di luar negeri tidak, lagian ini kan untuk kepentingan negara" katanya.

Sebelumnya, Haryono juga mengatakan potensi kerugian negara dari sektor migas (Minyak dan Gas) pada tahun ini sangat besar akibat tidak adanya pendataan aset. Hingga pertengahan tahun ini saja, KPK telah menyelamatkan Rp 148,5 triliun.

Haryono menjelaskan, pada 2008, negara melalui BP Migas telah mengeluarkan uang untuk membeli aset-aset migas seperti alat bor, tanah, rumah, helikopter, dan mobil sebesar Rp 27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 270 triliun. Namun, pemerintah tidak pernah mencatat aset-aset yang telah dibeli itu.

"Ini sangat berbahaya tidak ada pencatatan aset," kata Haryono saat dihubungi Republika, Kamis (7/7) pagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement