Jumat 20 May 2011 20:29 WIB

Pemerintah Terbitkan Inpres Pro Lingkungan, Pengusaha Kelapa Sawit Gundah

Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi
Perkebunan Kelapa Sawit, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyesalkan terbitnya Inpres moratorium hutan alam primer dan lahan gambut yang tidak mengakomodasi kepentingan dunia usaha.

Apalagi, menurut Ketua GAPKI, Joko Supriyono, pemerintah melarang pemanfaatan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas dua juta hektare di lahan gambut seluas 2 juta ha. "Kalau demikian, di mana lagi pengusaha dan petani akan mengembangkan perkebunan," katanya.

Meskipun pemerintah telah menyediakan lahan yang tergradasi untuk usaha berbasis sumber daya alam, namun Joko merasa tidak puas karena tidak dibarengi dengan Inpres yang mengatur pemanfaatan lahan tersebut.

Apalagi dari hasil pengamatan Komisi IV di Brazil yang juga menjalin kerja sama dengan pemerintah Norwegia, perlakuan negara skandinavia itu kepada Brasil tidak seperti terhadap Indonesia.

"Di Brazil, pelaksanaan moratorium hanya sebagai bentuk kepedulian pemerintah Norwegia terhadap pengelolaan hutan di Brazil."

Selain itu, menurut dia, pengelolaan uang kompensasi juga dilakukan bank nasional di negara tersebut, bukan seperti Indonesia yang dilakukan lembaga internasional dan pengawasan melibatkan lembaga independen.

Padahal menurut pasal 33 Undang-Undang 1945, pengelolaan sumber daya alam yang ada dilakukan untuk kemakmuran rakyat, tanpa harus diintervensi oleh kepentingan negara lain.

Sementara Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) melalui Wakil Ketua bidang Organisasinya, Salahudin Sampetoding, di Jakarta, Jumat, menyambut positif terbitnya inpres moratorium izin baru di kawasan hutan alam primer dan lahan gambut karena sesuai jiwa pengusahaan hutan.

Inpres No 10/2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut tersebut sudah sesuai dengan jiwa pengusahaan hutan dimana kawasan hutan primer harus dipertahankan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement