Ahad 03 Apr 2011 11:52 WIB

Beras Impor tak Lagi Beredar

Rep: C09/ Red: Djibril Muhammad
Beras
Beras

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI - Beras impor yang biasanya menjadi primadona pasar, sejak 1 April sudah tidak beredar di Pasar Baru Kranji, Bekasi Barat. Isa, pemilik Toko Beras Damai mengatakan, "Beras Thailand sekarang sudah benar-benar tidak beredar di pasaran," ungkapnya kepada Republika, Minggu (3/4).

Beras-beras impor selain dari Thailand juga sudah sulit didapatkan sejak akhir bulan Maret lalu, tambahnya. Penghentian impor beras pemerintah sejak hari Kamis (31/3) nampaknya sudah terealisasi di Bekasi Barat. Panen raya nasional yang jatuh pada April sampai Mei mendatang menyebabkan persediaan beras lokal di pasaran melimpah sejak pertengahan Maret lalu.

Akibatnya, harga beras lokal turun drastis. Penurunan harga beras lokal ini menyebabkan pembeli lebih memilih membeli beras lokal dibandingkan beras impor yang harganya masih tetap sama. Pelarangan impor beras pemerintah tidak menuai protes dari pembeli, karena minat pasar sudah beralih ke beras lokal sejak harga beras lokal turun drastis.

Hal serupa juga diungkapkan Iman, penjaga PD. Beras Dewi Sri, "kami masih menjual beras impor, namun hanya sekedar menghabiskan stock lama. Peminat beras impor sudah turun karena pembeli memilih beras lokal yang harganya lebih murah."

Edi, pemilik Toko Beras Sahabat yang biasanya menjual beras impor juga mengaku kesulitan mendapatkan beras impor. "Bulog tak lagi menjual beras impor kepada penjual beras Pasar Baru Kranji sejak akhir Maret lalu," ungkapnya. Namun, dirinya tak merasa khawatir, karena persediaan beras lokal sekarang sangat mudah didapat.

Salah seorang pembeli beras lokal, Endang Mariyati mengungkapkan, "Sekarang harga beras turun banyak, ibu rumah tangga seperti saya tentu saja sangat senang karena pengeluaran untuk sembako sekarang berkurang." Berbanding terbalik dengan pembeli, penjual beras di Pasar Baru Kranji mengungkapkan keresahannya.

Sejak harga beras turun jumlah pembeli juga ikut turun. Sejak pertengahan Maret, omset penjualan beras turun sampai 20 persen. "Jumlah persediaan beras meningkat, namun minat pasar berkurang," ungkap Aci, salah seorang pedagang beras di Pasar Baru Kranji. Penurunan pembeli disebabkan oleh banyaknya toko dan warung yang sekarang banyak menjual beras.

Ibu rumah tangga yang biasa membeli beras eceran lebih memilih membeli di warung karena harganya yang relatif sama. Berbeda saat harga beras mahal, pembeli lebih memilih membeli di pasar karena selisih harga di warung lumayan banyak dan warung seringkali tak cukup modal menjual beras saat harga beras melambung tinggi.

"Hal semacam ini memang selau berlangsung tiap tahun, sehingga kami sudah tidak kaget. kami hanya menyiasati jumlah stock beras toko kami agar tidak mengalami kerugian banyak," ungkap Aci.

Aci juga berharap agar pemerintah mengendalikan harga beras agar beras lokal tidak terlalu murah, tentu saja hal tersebut akan menguntungkan banyak pihak, baik penjual maupun petani beras. Pengendalian harga beras yang sewajarnya juga tidak akan merugikan masyarakat atau pembeli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement