Jumat 18 Feb 2011 16:37 WIB

Harga Arabika Melonjak Tajam, Capai 6,5 Dolar Per Kg

Biji Kopi (Ilustrasi)
Biji Kopi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN - Harga ekspor kopi arabika terus "menggila" atau mencapai 6,5 dolar AS per kilogram. Kenaikan harga membuat transaksi komoditas tersebut menjadi sepi termasuk tergeser ke pembelian kopi kualitas rendah.

"Permintaan arabika sangat sepi atau turun hingga 80 persen akibat harga kopi itu yang melonjak tanpa sebab pasti. Akhir 2010, harga ekspor masih 4,5an dolar AS per kg, sekarang harga 'menggila' atau sudah 6,5 dolar AS per kg," kata eksportir kopi Sumut, Suryo Pranoto, di Medan, Jumat (18/2).

Menurut dia, harga ekspor kopi arabika itu tercatat tertinggi dalam sejarah perkopian, dimana "pemain" juga dibuat bingung dengan faktor pemicu kenaikan harga kopi tersebut. Pasalnya permintaan dan pasokan dinilai tidak terlalu kuat untuk mendorong harga bisa setinggi itu.

Pedagang juga semakin bingung karena akibat harga ekspor yang sangat naik, harga di pasar lokal juga ikut naik tajam atau sudah Rp60 ribu per kg dari sebelumnya di awal Desember 2010 sebesar Rp35 ribu - Rp36 ribu per kg.

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut,Saidul Alam, menyebutkan, harga ekspor sudah terlihat naik sejak tahun 2010, dimana di awal Desember sudah di kisaran 4,6 dolar AS per kg.

Tetapi, tidak ada yang menduga, harga sudah mencapai 6-an dolar AS per kg. Menurut dia, harga ekspor dan lokal yang menguat itu diperkirakan masih terus bertahan mengingat produksi kopi yang ketat itu masih akan berlangsung hingga akhir tahun ini.

Produksi yang menurun, bukan hanya di Indonesia tetapi di negara penghasil lainnya seperti Brazil dan Vietnam yang penyebabnya adalah faktor cuaca. "Akibat harga yang menguat itu, permintaan kopi tren melemah," katanya.

Kalau-pun masih ada permintan, kata dia, tetapi kualitas yang diminta cenderung ditingkatan (grade) rendah. Permintaan "grade" rendah itu, karena importir menilai harga kopi arabika yang dikisaran 6,5 dolar AS per kg tersebut terlalu tinggi yang mempengaruhi biaya produksi dan penjualan produk jadinya di pasar.

Dia mengakui, awalnya pengusaha memperkirakan harga arabika lokal sudah mulai turun di awal Oktober 2010 karena memasuki musim panen. Nyatanya, tidak terjadi karena faktanya panen baru mulai masuk November dan itu-pun produksinya belum banyak hingga sekarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement