REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi XI DPR akan meminta keterangan Pemerintah terkait penawaran saham perdana (IPO) Garuda. Negara diperkirakan harus menanggung kerugian Rp 347 miliar dari penawaran saham perdana maskapai penerbangan tersebut.
"Meneg BUMN sudah diingatkan tapi memilih tutup kuping. Kami berkali-kali mengingatkan bahwa momentum IPO Garuda tidak tepat," kata Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta, Ahad (13/2).
Menurut dia, sebelumnya Pemerintah dan DPR telah bersepakat penawaran saham Garuda harus dilakukan dengan harga optimum dan pilihan momentum yang tepat. "DPR akan melakukan penyelidikan dan pembahasan dengan Pemerintah, mengapa strategi dan manajemen ceroboh seperti ini bisa terjadi," ujar Arif.
Indikator kecerobohan tersebut, ujar dia, adalah koreksi saham perdana Garuda sebesar 17,33 persen. Hal ini menurut Arif berpotensi merugikan keuangan negara melalui anak perusahaan BUMN dan Jamsostek senilai Rp 347 miliar. "Tiga penjamin emisi yang merupakan anak perusahaan BUMN harus menyiapkan hampir Rp 1,8 Triliun untuk menyerap seluruh saham garuda yang tidak terserap oleh publik. Belum lagi dana Jamsostek sebesar Rp 210 miliar," papar Arif.
Apalagi jika dikaitkan dengan pasal 74 UU BUMN. Dalam pasal tersebut, ujar Arif, dinyatakan bahwa privatisasi BUMN bertujuan memperluas kepemilikan masyarakat atas publik. Dengan dasar itu, kata dia, proses IPO Garuda telah menunjukkan bahwa Pemerintah melalui Meneg BUMN sudah gagal.
"Karena hanya 52,5 persen saham yang diserap publik an sisanya 47,5 persen diserap perusahaan penjamin emisi," tegas dia.
Garuda Indonesia, Jumat (11/2), telah tercatat menjadi perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia dengan kode GIAA. Pada hari tersebut, dilepas saham perdana Garuda sejumlah 6,335 miliar lembar. Jumlah tersebut setara dengan 27,98 persen total saham Garuda.
"Sudah termasuk kepemilikan saham Bank Mandiri, sebanyak 1,935 miliar saham di Garuda," kata Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar, dalam siaran pers-nya, Jumat (11/2) malam.
Saham Garuda dilepas dengan harga Rp 750 per lembar. Target dana yang dikumpulkan dari IPO ini adalah Rp 4,751 triliun. Bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi efek (//joint lead underwriter//) adalah PT Bahana Securities, PT Danareksa Sekuritas, serta PT Mandiri Sekuritas. Kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners menjadi konsultan hukum-nya.
Dari target kapitalisasi yang diraup, kata Emirsyah, Rp 3,3 triliun di antaranya akan digunakan untuk pengembangan perusahaan. Sementara Rp 1,451 triliun selebihnya adalah milik Bank Mandiri.