REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terbelah dalam menyikapi impunitas eksekutif di Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Impunitas adalah pengecualian dari hukuman walaupun yang bersangkutan terbukti atau keterlibatannya ada dan bisa atau seharusnya dihukum.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis mengatakan, kedua pihak sudah menemui titik tengah dalam sebagian besar substansi permasalahan di dalam RUU itu. Namun, DPR ingin mengaitkan produk hukum tersebut dengan pengucuran dana talangan Bank Century sementara pemerintah sebaliknya.
Menurut Harry, pemerintah ingin RUU tersebut berlaku surut dan pengambil kebijakan pemberian dana talangan Century mendapat keistimewaan itu. "Selama pemerintah masih bersikap seperti itu tidak akan ada Undang-Undang (UU) JPSK," katanya ketika dihubungi wartawan, akhir pekan lalu.
Harry mengatakan, wewenang mengumumkan krisis ada di presiden, bukan gubernur Bank Indonesia (BI) ataupun menteri keuangan. Walau, pembahasan di tataran teknisnya dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), BI, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan yang lembaganya belum terbentuk.
Jika keadaannya darurat, kata dia, presiden bisa mengajukan pengumuan krisis ke DPR dengan membuat Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Kalau betul kondisi krisis sudah darurat, sepanjang dia betul, DPR pasti setuju. Negara ini negara hukum, kita beri kewenangan kepada presiden," ucapnya.
Diwawancarai terpisah, Sekjen Kemenkeu, Mulia P Nasution mengatakan, saat ini pemerintah sedang mengoreksi beberapa bagian draf usulan RUU JPSK.
Misalnya, dalam kewenangan pengambilan keputusan, pemerintah mengusulkan agar Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) yang memegang tanggung jawab itu. Selain itu, kata Mulia, mereka juga memisahkan pengambilan keputusan untuk asuransi dari nonbank.
Terkait impunitas, Mulia menerangkan, dalam RUU itu pemerintah mengusulkan agar pejabat yang mengambil keputusan sesuai aturan dengan sendirinya tidak bisa dikriminalisasi. "Kalau dengan UU yang ada, mereka yang melakukan tugas sesuai ketentuan tidak perlu khawatir sehingga tidak timbul kesan overlapping dari peraturan yang ada," ucapnya.
Pada prinsipnya, draf usulan Kemenkeu sudah rampung dan tengah diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk kemudian diajukan ke tingkat presiden. "Yang jelas, pada 2011 ini sudah bisa diajukan dan kita harapkan bisa segera dibahas di DPR," katanya.