REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Proyeksi defisit anggaran yang diperkirakan akan berada dibawah 1,5 persen dari produk domestik bruto membuat penerbitan surat utang pemerintah tahun ini terancam berlebih. Hal itu ditambah dengan rencana pemerintah untuk kembali menerbitkan surat utang pada pada 14 Desember mendatang sebesar Rp 2 triliun.
"Kalau defisit pemerintah dibawah 1,5 persen, sedangkan target penerbitan pembiayaan melalui utang tetap. Maka akan terjadi kelebihan pembiayaan (overfinancing)," ujar Ekonom LIPI Latif Adam, kepada Republika Ahad, (12/12).
Namun, menurut Latif kelebihan pembiayaan dari utang itu sepertinya untuk meng-cover seandainya penerimaan dari pajak tidak mencapai target. Ini mengingat realisasi belanja pemeritah yang rendah. "Hanya sekedar short cut (pengalihan). Belanja negara yang rendah membuat penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak tercapai, akibatnya mengambil dari kelebihan utang," ujarnya.
Model seperti ini, kata dia, merupakan cara konvensional yang dilakukan oleh pemerintah. Meski pada kenyataannya banyak kerugiannya. "Kita kan juga lihat utang yang tidak terpakai ((undisbursed loan) itu kan cukup significant," ucapnya.
Latif berpendapat terjadinya overfinancing dan anggaran dari utang yang tidak terserap menunjukan kelemahan pemerintah dalam melakukan perencanaan sejak awal. Sementara alasan pemerintah yang menyatakan ratio utang Indonesia terhadap PDB terus mengalami penurunan tidak sepenuhnya dapat ditelan mentah-mentah.
"Kalau PDB itu memang turun tapi disanakan ada peningkatan dari sumbangan-sumbangan perusahaan asing. Idealnya kita pakai Growth National Income yang merupakan cerminan riil dari pendapatan masyarakat dan perusahaan Indonesia," paparnya.
Sayangnya, justru jika berpatokan terhadap ratio to GNI, maka kecenderungan utang Indonesia itu meningkat. "Rationya itu diatas 30 persen," kata dia.
Sebagaimana diketahui pemerintah kembali merevisi defisit anggarannya pada tahun ini. Pada awal pemerintah memperkirakan defisit ditetapkan sebesar Rp 133,7 triliun atau 2,1 persen dari PDB.
Kemudian pada pertengahan tahun ini direvisi menjadi 1,5 persen atau sekitar Rp 95,1 triliun dan diturunkan kembali jelang akhir tahun menjadi 1,2 hingga 1,3 persen. Penurunan defisit dikarenakan penyerapan belanja pemerintah yang diperkirakan hanya mencapai 95,7 persen atau sekitar Rp 1078 triliun.
Sayangnya meski defisit diproyeksikan dibawah 1,5 persen namun pemerintah tetap akan menerbitkan surat utang jelang akhir tahun sebesar Rp 2 triliun dengan menyesuaikan target pertengahan semester.
Menanggapi hal tersebut Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan kelebihan anggaran dari penerbitan surat utang itu bisa digunakan untuk tambahan pembiayaan tahun depan. Dengan kelebihan itu, target penerbitan pada tahun depan juga dapat dikurangi. "Kita juga bisa gunakan untuk buyback," ujarnya ahad (12/12)
Menurut Rahmat target pembiayaan utang pada tahun ini sebenarnya sudah dikurangi mengingat defisit anggaran yang tidak sesuai dengan target. "Kita kan sudah kurangi target penerbitan 2010 sebesar Rp 15 triliun," jelasnya.
Sebelumnya Direktur SUN Ditjen Pengelolaan Utang Kemenkeu, Bimantara Widyajala mengatakan target bruto penerbitan SBN 2010 mencapai Rp 178 triliun. Namun karena pembiayaan defisit dalam APBN-P 2010 sudah direvisi, dari sebelumnya 2,1 persen dari PDB menjadi 1,5 persen maka target pembiyaan pun dikurangi Rp 15,5 triliun. Sehingga menjadi tinggal Rp 162 triliun. "Kalau brutonya kan 178 triliun. Dikurangi Rp 15,5 triliun karena defisitnya turun. Sekarang target bruto Rp 162 triliun," tegasnya.