Kamis 28 Oct 2010 03:04 WIB

UU Minerba tak Bertentangan dengan UUD 1945

Tambang batu bara, ilustrasi
Tambang batu bara, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah menyatakan Undang-undang (UU) nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara (Minerba) tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini diungkapkan Staf Ahli Kementerian ESDM Teguh, di hadapan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara di Jakarta, Rabu.

UU Minerba ini diuji materiakan ke MK oleh Fatriansyah Aria, Fahrizan, Asoisiasi Pengusaha Timah (ASTRADA) Provinsi Bangka Belitung dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Para pemohon menguji ketentuan pasal 6 ayat (1) huruf e, pasal 9 ayat (2), pasal 10 hurub, ketentuan pasal 22 huruf a, c dan f, pasal 38, pasal 51, pasal ayat 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 58 ayat (1), pasal 60, pasal 61 ayat (1), pasal 75 ayat (4), pasal 162, pasal 172 dan pasal 173 ayat (2).

Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan ketentuan pasal 27 ayat (1), pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), pasal 28G ayat (1) dan ayat (4), pasal 28I ayat (2), serta pasal 33 ayat (1) ayat (2) ayat 3) ayat (4).

Menurut Teguh, pasal 6 ayat (1) UU mengatur tentang kriteria kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dan pasal 9 ayat (2) yang mengatur tentang kriteria wilayah pertambangan ini untuk memberikan kepastian hukum bagi wilayah tersebut dapat dilaksanakan kegiatan usaha pertambangan.

Sementara pasal 22 huruf a,c dan f UU Minerba telah memprioritaskan pertambangan rakyat menjadi WPR (wilayah pertambangan rakyat), sehingga masyarakat tetap dapat melakukan usaha pertambangannya tersebut. Terkait keberatan pemohon terhadap pasal 38, Pemerintah berpendapat bahwa salah satu asas dalam UU Minerba adalah asas partisipasif yang memiliki pengertian kesempatan melakukan usaha dibuka luas kepada setiap anggota masyarakat.

Teguh menegaskan untuk melakukan usaha pertambangan ini harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU Minerba dan pertauran pelaksanaannya. Dia menyebut partisipasi masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan dengan membentuk badan usaha, koperasi atau perorangan.

Tentang dalil pasal 51, pasal 60, pasal 75 ayat (4) UU Minerba menghalangi-halangi pengusaha kecil untuk mendapatkan WIUP Mineral logam dan batubara dan menghadapkannya dengan pengusaha besar adalah tidak benar. Sedangkan pasal 162, pemerintah berpendapat bahwa ketentuan tersebut tidak serta merta dikenakan masyarakat bila menolak menyerahkan tanah kepada pengusaha tambang, karena pasal 137 mengharuskan pengusaha tersebut harus menyelesaikan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk pasal 172 masih diuji materikan di MK, sehingga ketentuan tersebut merujuk pada peraturan pemerintah. Sedangkan pasal 173 ayat (2) yang dianggap pemohon tidak berlaku sehingga KP (Kuasa Penambangan) tidak berlaku lagi adalah anggapan tidak beralasan.

"Pencabutan peraturan pelaksanaan UU nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan tidak sendirinya menjadikan KP tidak berlaku lagi," katanya.

Teguh mengungkapkan KP tetap dihormati dan diberlakukan hingga jangka waktunya nerakhir. "Dengan penjelasan tersebut, mohon MK menolak permohonan penguijian para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan tidak dapat diterima," kata Teguh.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement