REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mengkhawatirkan program pembangunan pembangkit 10.000 MW tahap kedua yang berasal dari sumber panas bumi, terancam gagal diselesaikan pada tahun 2014 mendatang. Ketua Umum API, Surya Darma, di Jakarta, Kamis (21/10), mengatakan, hingga saat ini, kegiatan pemboran sumur panas bumi yang mendukung program 10 ribu MW, sama sekali belum berjalan.
"Sampai menjelang akhir 2010 ini, belum ada pemboran. Bagaimana bisa selesai program 10.000 MW yang ditargetkan beroperasi 2014," ujarnya.
Menurut dia, dari 10 proyek pembangkit panas bumi bagian program 10 ribu MW yang sudah diperoleh pemenang tendernya, hingga saat ini juga belum melakukan perikatan jual beli (power purchase agreement/PPA) dengan PT PLN (Persero). "Pembicaraan saja belum. Padahal, pembahasan PPA minimal berlangsung tiga bulan," kata Surya.
Ia menyayangkan, komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengembangkan panas bumi tidak terimplementasikan di lapangan. Sementara menurut Dirut PT Supreme Energy Supramu Santosa, pengembangan panas bumi dari pemboran sumur sampai pengoperasian pembangkit membutuhkan waktu 5-6 tahun. "Kalau sekarang saja belum mulai, bagaimana bisa beroperasi 2014," ujarnya.
Menurut dia, PLN beralasan sedang menunggu peraturan presiden yang berisi penugasan kepada BUMN tersebut membeli listrik panas bumi. Namun, Supramu mengatakan, seharusnya PLN cukup memakai Perpres No 4 Tahun 2010 tentang proyek 10.000 MW dan Permen ESDM No 32 tentang harga
listrik panas bumi maksimal 9,7 sen dolar AS per kWh. "PLN sudah mempunyai payung hukum yang pasti dan seharusnya menerima hasil tendernya," ujarnya.
Ia menyesalkan, lambannya pembangunan panas bumi, karena Indonesia kini masih krisis energi. "Apalagi ini program pemerintah sendiri dan dapat menarik investasi hingga 12 miliar dolar untuk 4.000 MW panas bumi," imbuhnya.
Ditambah lagi, harga batubara dan gas akan terus mengalami kenaikan dan pentingnya energi panas bumi karena ramah lingkungan dibandingkan batubara. Jadi, menurut Supramu, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mempercepat pembangunan panas bumi.
Sedangkan menurut Dirut PT Bakrie Power, Ali Herman Ibrahim, setiap tahun, Indonesia membutuhkan tambahan pembangkit 3.000 MW. "Angka itu makin lama makin besar. Kalau tidak tercapai, maka Indonesia akan mengalami 'byar pet'," ujarnya.