Selasa 05 Oct 2010 04:28 WIB

Petani Butuh Teknologi Baru Hadapi Perubahan Iklim

Rep: EH Ismail/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anomali iklim global telah merontokkan produksi padi pada lahan-lahan sawah teknis. Serangan hama wereng dan kebanjiran menyebabkan sawah-sawah yang mengandalkan irigasi tersebut puso. Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Indonesia menyatakan, guna menghadapi perubahan iklim yang tak menentu, petani membutuhkan daya dukung teknologi dan hasil riset pemerintah.

''Kita butuh teknologi baru dalam bercocok tanam. Kalau pendekatannya masih pakai cara-cara yang lama, pertanian kita lambat-laun akan rontok,'' ujar Ketua Umum KTNA Indonesia, Winarno Thohir, kepada Republika, Senin (4/10).

Teknologi baru yang dibutuhkan petani, lanjut Winarno, mencakup benih unggul yang tahan segala cuaca, tata cara tanam yang lebih modern, dan daya dukung sarana pertanian yang lebih maju. ''Kalau teknologi baru ini diterapkan, saya yakin petani bisa beradaptasi dengan anomali cuaca yang terjadi. Hanya saja petani butuh peran pemerintah karena mereka yang punya anggaran untuk menyediakan semua ini,'' jelasnya.

Winarno menerangkan, perubahan iklim telah memberikan dampak dua sisi terhadap lahan-lahan persawahan nasional. Bagi sawah-sawah tadah hujan, kata dia, perubahan iklim yang menyebabkan musim hujan berkepanjangan tahun ini, jelas menguntungkan petani karena ketersediaan air yang berlimpah.

Namun bagi sawah-sawah teknis berbasis irigasi, curah hujan yang tinggi menyebabkan sawah-sawah rentan banjir dan terserang hama. Bahkan, apabila cuaca seperti saat ini terus berkepanjangan, petani khawatir sawah mereka bukan saja terserang hama, melainkan bakteri. ''Jadi bukan lagi hama, tapi bakteri penyakit yang menyerang sawah-sawah teknis,'' imbuh Winarno.

Dikatakan, dua sisi berbeda yang melanda persawahan nasional sebenarnya tidak akan berdampak pada tidak tercapainya target produksi padi tahun ini. Akan tetapi, jumlah lahan sawah teknis yang lebih luas dibandingkan sawah tadah hujan,  turut andil dalam produksi beras yang tidak sesuai harapan.

Berdasarkan data KTNA, dari lahan pertanian seluas 7,7 juta hektare, luas sawah tadah hujan hanya dua juta hektare. Luas lahan rawa lebak dan daerah air mencapai 1,3 juta hektare. Lahan setengah teknis mencapai 1,5 juta hektare. Adapun lahan sawah teknis mencapai 2,9 juta hektare. ''Lahan sawah teknis memang paling luas, tapi justru yang paling terpukul dengan dampak perubahan iklim tahun ini,'' imbuh Winarno.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement