REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Perombakan 17 dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) ditargetkan dapat selesai sebelum Oktober ini. Salah satu item perombakan yakni dengan memasukan kolom pembayaran secara lebih terperinci dalam dokumen tersebut.
Hal itu diharapkan dapat melacak devisa ekspor yang diparkir diluar negeri dan mencegah terjadinya upaya tranfer pricing. Demikian disampaikan oleh Ketua Pelaksana Harian Tim National Single Window (NSW) Eddy Putra Irawady, ketika dihubungi Republika, Kamis (2/9). ''Kita akan lacak devisa dan indikasi //tranfer pricing dengan konsep kepabeanan ini,'' ujarnya.
Menurutnya pada kolom pembayaran itu mereka menuliskan nilai transaksi dan barang yang diekspor. Ini akan langsung terhubung secara on line dengan Bank Indonesia dan Direktorat Pajak. Sehingga eksportir tidak bisa memanipulasi dokumennya untuk mengeruk keuntungan. ''Jadi ini sifatnya wajib mereka harus mengisi kolom isian itu dengan benar,'' jelasnya yang juga menjabat sebagai Deputi Koordinasi Bidang Perindustrian dan Perdagangan Kementrian Perekonomian itu.
Bagaimana jika berbohong saat pengisian data? Edy mengatakan mereka (eksportir) akan sulit melakukannya. Pasalnya, kata dia, bea cukai memiliki prosedur tersendiri dalam menilai secara wajar antara barang yang diekspor dan harga yang tercantum pada dokumen tersebut. ''Ada 8 indikator kewajaran untuk menilai transaksi itu,'' terangnya.
Menurutnya, pengecekan nilai kewajaran ini hanya merupakan langkah awal. Ketika barang tersebut sudah dikatakan wajar maka langsung terekam di data Bank Indonesia. Berapa sekiranya devisa yang dihasilkan dari transaksi itu. Setelah itu, Ditjen Pajak dapat memperkirakan berapa penarikan pajak yang diperoleh. ''Jika yang masuk seharusnya misalkan nilainya 100, tapi angka pajaknya sangat kecil maka kemungkinan telah terjadi transfer pricing,'' katanya.