REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Modal minimal perbankan Rp 100 miliar dinilai sudah tak memadai. Meski demikian Bank Indonesia (BI) belum berencana menaikkan batas minimal modal untuk mendirikan bank tersebut. Demikian juga batas minimal rasio kecukupan modal (//capital adequacy ratio// atau CAR).‘’Kalau bank-nya kecil, masih memadai (modal minimal Rp 100 miliar),’’ kata Deputi Gubernur BI S Budi Rochadi, Rabu (18/8) petang.
Tapi, kata dia, kalau untuk persaingan ke depan, angka ini sudah tidak bisa lagi menjadi patokan. ‘’Harus dinaikkan sebenarnya,’’ ujar Budi. Namun dia tak bersedia menjawab apakah akan ada perubahan ketentuan mengenai batas minimal permodalan ini.
Saat ini, sebut Budi, tinggal dua bank yang masih memiliki modal minimal di bawah Rp 100 miliar. ‘’Yang satu sudah punya uang tapi nanti-nanti. Yang satu tinggal nambah,’’ ujar dia.
Budi menolak menyebutkan berapa bank yang memenuhi syarat minimal tapi tipis saja di atas garis limit. ‘’Batasnya kan Rp 100 miliar dan setiap bank pasti mencetak laba,’’ tepis dia, walaupun tak menampik bahwa BI tetap memantau bank yang modalnya hanya tipis saja di atas ketentuan minimal.
Setali tiga uang, Budi mengatakan batas minimal CAR 8 persen masih memadai kalau sebuah bank hanya beroperasi biasa-biasa saja. ‘’Kalau bank-nya tak aneh-aneh, memberi kredit biasa saja, 8 persen itu cukup,’’ ujar dia.
Namun jika transaksi bank sudah beragam dengan risiko yang tak bisa diperkirakan sebelumnya, bisa saja CAR minimal 8 persen itu sudah tak memadai. Misalnya, sebut Budi, ketika bank sudah banyak melakukan transaksi internasional.
Tren Internasional
Meski berpendapat modal minimal Rp 100 miliar sebenarnya sudah tak memadai, tetapi Budi mengatakan persoalan perbankan di Indonesia tak sama dengan perbankan di luar negeri. Saat ini – setidaknya di kalangan negara anggota G20 - mengemuka wacana pengaturan mengenai permodalan bank terutama di level modal tier one atau modal inti.
Budi mengatakan, di lingkungan internasional saat ini ada banyak bank gagal yang ditengarai dipicu modal yang tidak kuat. ‘’Ternyata modal bank itu tak efektif,’’ kata dia. Berawal dari hal itu, muncul gerakan di internasional untuk mempersempit pengertian modal, dengan menekankan pada modal tier one. ‘’Jadi modal itu benar-benar modal yang efektif,’’ kata dia. Sementara modal tier two dan tier three diklasifikasikan sebagai modal tak efektif.
Kondisi ini menurut Budi berbeda dengan di Indonesia. ‘’Kalau kami sejak semula memegang tier one. Dari mulai (batas minimal) Rp 80 miliar dulu,’’ kata dia.
Sebelumnya Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad mengatakan penyebab utama lemahnya daya saing yang dihadapi perbankan nasional adalah modal. Dibandingkan negara lain, modal perbankan kita relatif kecil,’’ aku Muliaman, Rabu (11/8). Per akhir Mei 2010, total modal perbankan Indonesia berjumlah sekitar Rp 280 triliiun saja.