Jumat 30 Jul 2010 03:59 WIB

BPD Harus Ekspansif, Antisipasi Kebijakan LDR-GWM

Rep: ann/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Rencana Bank Indonesia (BI) mendorong fungsi intermediasi perbankan, juga akan mengikat perbankan skala kecil, termasuk Bank Pembangungan Daerah (BPD). Termasuk rencana BI menggulirkan skema mengaitkan loan to deposit ratio (LDR) dengan disinsentif Giro Wajib Minimum (GWM).

‘’Karena ini aturan, mau tak mau semua bank umum harus mengikuti,’’ tegas ekonom BNI Ryan Kiryanto, Rabu (29/7). Dia mengatakan perbankan Indonesia hanya terbagi tiga. Yaitu bank umum, bank syariah, dan bank perkreditan rakyat (BPR). BPD dalam pengkategorian itu masuk dalam klasifikasi bank umum.

‘’Ini harus jadi tantangan bagi BPD untuk lebih ekspansif menyalurkan kredit,’’ kata Ryan. Menurut dia, banyak pasar yang masih bisa digarap BPD. Dan, tambah dia, pasar itu tak akan berbenturan dengan BPR yang skalanya pembiayaannya kecil. BPD, ujar dia, bisa memberikan kredit di atas Rp 50 juta, bahkan sampai hitungan miliar rupiah.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah pun memastikan bahwa BPD akan terikat oleh skema LDR-GWM yang hendak diluncurkan BI. ‘’Tapi jangan lupa, ada insentif CAR juga,’’ kata dia, melalui layanan pesan singkat (SMS), Rabu (29/7). Tapi dia menolak memberikan penjelasan lebih lanjut, termasuk kondisi BPD saat ini dan posisi CAR minimal yang akan menjadi acuan insentif BI.

Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Achsanul Qosasi, mengatakan rencana BI menyandingkan insentif CAR dengan skema LDR-GWM adalah langkah positif. Dia pun meminta BI memberikan insentif yang lebih spesifik, terutama bagi bank yang memang berkontribusi mendukung sektor mikro dan UMKM.

‘’Itu berarti usulan kami diterima. Tapi tak cukup dengan insentif CAR. Harusnya juga ada insentif untuk perhitungan NPL (non performing loan, red),’’ kata Qosasi, Selasa (28/7) malam. Pemberian insentif NPL ini, ujar dia, diberikan kepada perbankan yang terbukti memiliki kontribusi kredit secara signifikan kepada sektor mikro dan UMKM.

‘’Faktor kolektibilitas di ATMR (aktifa tertimbang menurut risiko, red) diperlonggar untuk kredit mikro dan UMKM,’’ sebut Qosasi mengenai bentuk insentif NPL. Menurut dia, UMKM harus menjadi sektor yang fully regulated dan fully administrated. Hal ini karena untuk setiap portofolio Rp 1 miliar yang mungkin kecil bagi korporasi, bisa menyangkut seratus UMKM yang berbeda.

Qosasi juga mengatakan skema mengaitkan LDR dengan disinsentif GWM, rentan dipermainkan. Karena bisa jadi demi mengejar LDR yang bagus, perbankan melakukan praktek pembiayaan ke perusahaan dalam satu grup. Kalaupun beda grup, ada kemungkinan dimainkan menggunakan skema bussines to bussines (B2B) lewat deposito dengan celah cross loan. ‘’LDR bisa dimainkan. Tapi kredit umkm tidak bisa dimainkan,’’ tegas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement