Ahad 18 Jul 2010 02:51 WIB

Revisi TDL tak Kembalikan Harga yang Telanjur Naik

Rep: ann/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-–Revisi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) diperkirakan tak akan mengembalikan harga ke tingkat semula. Melejitnya harga yang terlanjur terjadi, akan diperparah rencana pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi serta inflasi musiman menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

‘’Meski tarif listrik tak naik untuk golongan 450 VA (Volt Ampere), dampak kenaikan tarif tetap saja ditanggung rakyat miskin. (Yaitu) dari naiknya harga barang dan turunnya pendapatan riil,’’ kecam Direktur Econit, Hendri Saparini, Sabtu (17/7). Revisi kenaikan tarif, kata dia, tak serta merta mengembalikan harga yang sudah terlanjur naik karena faktor ini.

Bagaimanapun, ujar Hendri, industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia adalah industri yang boros energi – termasuk listrik – dan belum menggunakan teknologi tinggi. Misalnya, sebut dia, industri tekstil, marmer, dan furnitur. ‘’Jangan samakan dengan Cina, yang sudah diperbarui teknologi dan mesinnya, dengan campur tangan positif Pemerintah-nya,’’ kata dia.

Menurut Hendri, revisi TDL ini semakin memperlihatkan ketiadaan industrial policy strategy. ‘’Pemerintah tak kredibel, karena begitu kebijakannya dikritik langsung direvisi. Pemerintah juga tak mampu membuat perencanaan dan analisa,’’ kata dia.

Sementara, ujar Hendri, persoalan PLN bukanlah pada besaran tarif yang dibebankan kepada konsumen. Tapi, sebut dia, inefisiensi karena penggunaan BBM untuk pembangkit. ‘’BPK menyebut inefisiensi Rp 28,9 triliun dari penggunaan BBM. Ini karena Pemerintah tak mau mengalokasikan produksi gas nasional dengan komposisi 70 persen dalam negeri dan 30 persen luar negeri,’’ papar dia.

Faktor yang paling tak diperhitungkan dari kenaikan TDL ini, ujar Hendri, adalah ‘ekspektasi masyarakat’ yang berdampak pada angka inflasi. Ketika tarif listrik naik, selalu diasumsikan harga barang akan ikut naik. Meski bukan satu-satunya indikator, tambah dia, melambungnya harga adalah bahasa keseharian untuk inflasi.

‘’Banyak faktor bisa mempengaruhi inflasi. Harga akan meroket, termasuk jika pembatasan BBM jadi direalisasikan,’’ kata Hendri. Baik kenaikan TDL maupun pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, ujar dia, adalah faktor yang menambah ongkos produksi. Ujungnya adalah kenaikan harga barang. ann

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement