REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kamar Dagang dan Industri mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi dua undang-undang, yakni No. 5 tahun 1984 mengenai Perindustrian serta No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Anti Persaingan Tidak Sehat. "Kami mengusulkan agar pemerintah merevisi dua undang-undang sebagai upaya mendukung sektor industri dan perdagangan," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Benny Soetrisno, di Jakarta, Senin.
Hal tersebut dikemukakan saat diskusi "Implementasi Kebijakan Persaingan dalam Konteks Kebijakan Industrial dan Perdagangan". Hadir dalam diskusi itu guru besar FE-UI yang juga peneliti di LPEM UI Ine Minara S. Ruky. Menurut Benny, untuk mengantisipasi revisi UU tentang Perindustrian, Kementerian Perindustrian telah membentuk satu direktorat yang khusus menangani industri berdasarkan wilayahnya, yakni Ditjen Perwilayahan Industri.
"Pembentukan direktorat ini sebenarnya untuk memikirkan kembali bagaimana kebijakan industri yang sudah ada selama ini, untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi, seperti otonomi daerah, perubahan sistem politik, dan juga untuk melihat apakah sudah fair atau belum kebijakan pemerintah yang selama ini ada," katanya.
Kebijakan yang perlu dipikirkan kembali itu adalah terutama kebijakan bidang perindustrian, karena UU Perindustrian sudah ada, sehingga tinggal direvisi. Menurutnya, lembaga seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang lahirnya dibidani oleh UU No.5 tahun 1999 tersebut, seharusnya menjadi otoritas yang menilai baik atau tidaknya sistem persaingan usaha di Indonesia. "Sebetulnya KPPU sebagai lembaga, jangan hanya melihat suatu perusahaan atau berdirinya beberapa perusahaan sebagai lembaga hukum itu saja, sementara perlu melihat juga dari definisi 'fair' dari kacamata yang lain," katanya.
Menurut Ine Ruky, terjadinya harmonisasi antara kebijakan persaingan dan kebijakan industri, bagi kebijakan yang bersifat intervensi, dirancang untuk mempromosikan industri-industri secara khusus, karena kebijakan persaingan pada dasarnya adalah menggunakan prinsip non diskriminatif. Untuk kebijakan industri yang sifatnya komprehensif diarahkan agar lebih fokus dan memiliki tahapan lebih jelas.
Sementara itu kebijakan yang sifatnya intervensionis kini mulai mendapat kritik keras, karena peran pemerintah direduksi menjadi hanya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berinvestasi. "Sedangkan sistem ekonomi lebih didorong untuk mengarah pada sistem berbasis ekonomi pasar dan liberalisasi perdagangan dan penerapan hukum persaingan," katanya.
Menurut Ine, sebenarnya, tidak ada yang namanya persaingan murni di pasar yang nyata, seperti yang dilakukan oleh dunia usaha ataupun kalangan industri. Masalahnya adalah apakah terdapat hambatan untuk memasuki bidang usaha tersebut, atau peluang untuk keluar dari bidang usaha dimaksud. "Apakah Kita bicara mengenai produk garam, gula, dan semen, tidak ada produk yang sifatnya homogen seluruhnya. Itulah sebabnya sifat dari setiap jenis barang tersebut terdiferensiasi dengan sendirinya atau berbeda satu dengan lain," katanya.