Jumat 02 Dec 2022 13:10 WIB

Badan Pangan Soroti Masalah Sampah Makanan

Sampah makanan masih jadi tantangan di tengah isu-isu gizi buruk.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Sampah makanan (ilustrasi)
Foto: Freepik
Sampah makanan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) bakal turun tangan untuk melakukan pembenahan sistem kewaspadaan pangan dan gizi demi menurunkan angka stunting di Indonesia yang saat ini mencapai 24,4 persen. Salah satunya dengan menurunkan food waste atau sampah makanan sehingga konsumsi terhadap pangan yang tersedia dapat optimal dan lebih merata.

Adapun, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021, mencatat volume sampah di Indonesia mencapai 68,5 juta ton. Tahun 2022 diprediksi naik mencapai 70 juta ton.

Baca Juga

Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, NFA, Nyoto Suwignyo, mengatakan, Pembangunan sumber daya manusia yang sehat, aktif, dan produktif menghadapi tantangan yang cukup besar. Stunting, food waste atau kemubaziran pangan hingga gizi buruk merupakan sebagian tantangan yang dihadapi dan menuntut kewaspadaan pangan dan gizi yang kuat.

"Stunting ditargetkan turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Dinas Pangan Daerah dapat melaksanakan intervensi kewaspadaan pangan dan gizi untuk percepatan penurunan stunting," katanya dalam siaran pers NFA, diterima Republika.co.id, Jumat (2/12/2022).

Selain itu, Nyoto juga meminta agar Dinas Pangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota lebih berperan aktif dalam mencegah terjadinya pangan menjadi food waste.

Ia berharap sisa makanan yang masih layak yang ada di hotel, restoran, dan kafe bisa disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan sehingga dapat lebih bermanfaat dibandingkan sekadar menjadi sampah makanan.

Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi NFA Nita Yulianis menekankan, sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) harus menjadi early warning system dalam menangkis potensi krisis global sehingga dapat diantisipasi pada tingkat wilayah.

Adapun, hasil SKPG merupakan basis penetapan rekomendasi kebijakan di tingkat lapangan untuk penyaluran bantuan pangan bagi pencegahan kerawanan pangan dan gizi, termasuk mendukung pencegahan stunting.

Sementara itu, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, bahwa seiring dengan tantangan global saat ini, dibutuhkan sinergi dan kolaborasi guna mewujudkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi yang kuat. Hal ini untuk mempersiapkan Indonesia menyongsong Generasi Emas Indonesia Tahun 2045.

Indonesia memasuki fase bonus demografi di mana hingga 2045 jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. BPS mencatat komposisi jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70 persen, sedangkan sisanya merupakan usia nonproduktif (di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun).

Arief mengatakan, NFA sejalan dengan arah kebijakan Presiden RI Joko Widodo menjadikan bonus demografi ini merupakan kekuatan utama penggerak pembangunan Indonesia maju karena didominasi oleh penduduk produktif.

Namun, harus diwaspadai agar bonus demografi ini tidak menimbulkan dampak buruk seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang tinggi maka diperlukan strategi pembangunan SDM yang baik salah satunya melalui penguatan pangan dan gizi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement